Selamat siang, kamu yang bukan lagi kamuku
Selamat hari sabtu dan selamat untuk kelahiran anak pertamamu. Maaf belum sempat menengok kau dan jagoan kecilmu itu. Dan maaf karena tak datang di pernikahanmu.
Kalau boleh jujur, masih ada satu hal yang membuatku enggan untuk menemuimu. Kau tahu perihal itu. Sebaiknya aku tak membahasnya di sini, karena surat ini isinya bukan mengenai hal itu.
Dua hari yang lalu aku bertemu Agni, sahabatmu. Dia masih cerewet seperti dulu, tapi berkat kecerewetannya aku dapat kabar soal kebahagiaanmu ini. Kau punya jagoan kecil. Ia lahir tepat di hari kasih sayang yang perayaannya masih sering dijadikan bahan perdebatan. Tapi mulai sekarang kau tak perlu mendebat apapun, karena di tanggal itu kau akan merayakannya dengan suka cita besar. Selamat.
Kuharap ia punya wajah seperti kau. Biar orang tak pernah mudah untuk melupakannya. Sama sepertiku yang tak mudah melupakan kau. Jika tak keberatan, semoga ia punya mata seperti aku. Tak bermaksud apa-apa. Hanya saja kau pernah bilang bahwa mataku tak pernah bisa membohongimu. Semoga kau selalu menemukan kejujuran di dalam matanya. Ia akan membuatmu bahagia.
Selamat berbahagia. Dia malaikat yang dikirim Tuhan untuk membahagiakanmu, karena bukan aku.
Salam,
Aku yang turut berbahagia.
(Surat ke #22)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar