Kamis, 21 Maret 2013

Andai awan tak lagi menyaji hujan

Jika anak-anak awan tak mengantar hujan
Aku mau bermain dengan segala ingatan
Andai saja di sana ada kehilangan
Mungkin deras sedang tak ingin berbagi

Kita berlarian
Menangguhkan kecewa penantian demi penantian

Sekali saja untuk bercanda
dan menunda resah jadi bulir-bulir basah

Andai awan tak lagi menyaji hujan
Di mejaku kosong kenangan
Kau tak pernah datang
Lenganku rapuh kesiaan

Senin, 18 Maret 2013

Kangen

Teruntuk kekasihku..

Ada kangen di sini, aku memikirkanmu..

Seharian tadi kita tak bertemu. Aku memikirkanmu. Sesekali aku memejam, dan menemukanmu tersenyum begitu dekat denganku. Hanya ada kamu di sana, lalu aku mengambil sebuah kotak bernama kangen, kuserahkan kepadamu.

Jika ini terdengar berlebihan, ya memang begitu kenyataannya. Sulit untuk tidak melalukannya. Kangenku selalu ada dan berlebih untukmu.

Di tempatku berada tadi hujan, seharian. Kau tahu aku menyukai hujan, pun tentang kopi dan cangkir kesayanganku. Biasanya, kau menghadiahi pelukan, dan aku membalasnya dengan kecupan. Terkadang kucuri satu kecup dari bibirmu. Aku gemas tiap melihatmu tersenyum.

Aku mau kita sampai tua. Sampai kita jadi pelupa dan saling lupa menyebut nama, tapi kita malah tertawa.

Semoga, dan amin.

Sabtu, 16 Maret 2013

Sebut saja luka

Sungguh,

Detik-detik memudarkan luka, dan pada harapannya, melingkarlah waktu di suara tiktok jarum jam.

Barangkali aku tak mampu menangkap harapan, sebab keinginan acap kali memungkirinya.

Menghitung debar, untuk menyibukkan diriku sendiri, mengalihkan segala macam tunggu yang memabukkan. Menggelar tawa untuk suguhan sepi, jangan sampai bosan! Biar tidak menyesal.

Nyeri semacam candu, keberadaan tanpa bisa lepas dari napasku. Meski tersengal, meski harus terus sabar.

Barang kali, tidak lagi harus kupunguti serpihan pergi, karena janji kepastian menentramkan dada.

Aku menikmati setiap tetes hujan. Tidak peduli sebasah apa tempias menyudutkanku dalam kebasahan. Kemudian aku bertutur lewat cerita yang tak kupahami. Terkadang aku jadi teramat bodoh.

Sepertinya kau harus segera sampai. Lilin yang kubakar hampir habis sumbunya. Tidak ada lagi yang mampu kunyalakan, selain keberanian, selain harapan, selain waktu meski tanpa sumbu dan tetes minyak keringat rindu.

Aku, tinggalan luka, yang tak pernah mengerti; rindu bisa saja mati.

Kamis, 14 Maret 2013

di sisa ampas kopi

Ampas kopi tertinggal dingin. Kesedihan begitu lekat, teramat pekat hingga malam menjadi jauh lebih lama. Ada yang lelap setelah lelah menunggu tanpa kepastian.

Di sisa ampas kopi, baumu menguar berperang antara khas yang memperebutkan udara bagi kemenangan nafasku. Yang pada akhirnya hanya menimbulkan memar di jantung sepiku.

Di sisa ampas kopi, perhatianku luput akan tawa. Tak pula sisa-sisa suara. Bahkan sayup di telingaku hanya dengung.

Di sisa ampas kopi, waktu hanya milikku sendiri.

Selasa, 12 Maret 2013

Suatu senja

Aku sedang bersama hujan sambil mengharap senja tak mengambil ingatanku mengenaimu. Saat tiba-tiba jingga singgah di dadaku, kuharap kau melihatnya dengan seksama, dengan cinta yang kuharap masih ada. Aku, adalah kekasihmu yang terus menunggu. Membiarkan sepi jadi warna langit selain rindu. Kuanggap saja begitu.

Aku diam. Ketakutanku akan kehilanganmu, membuat cekat suaraku. Kuingat-ingat lagi pelukanmu, hangatnya memberi harapan.

Beginilah senjaku saat ini. Hanya penuh kamu sebagai ingatan. Seperti dermaga tua, di mana hening airnya memantulkan hilir mudik kapal yang bersandar atau kembali berlayar. Lalu setetes hujan jatuh membuyarkan semuanya. Selesailah.

Anak-anak hujan itu kini banjir sebagai tempias di lenganku. Lengan yang pernah membelamu dari segala dingin. Lengan yang kini tak lagi nampak tangguh karena tak berumah dekapan. Senja ini milikku sendiri. Kali lain, mampirlah kembali jika perahumu oleng. Ada secangkir teh panas akan kusiapkan.

Minggu, 03 Maret 2013

Sudah

Yang tiba-tiba hanyut dan tak mampu kembali menoreh cerita ke tanah ingatan. Tetes-tetes harapan yang mati tertimpa kesudahan.

Detik demi detik mengasuh keinginan, merawat cinta yang dambaan. Menunggu sampai bayi-bayi debar tumbuh besar. Sampai nanti mampu dinikahi kepercayaan.

Lalu waktu menggeleparkan langkah, melempar sudah.

Hingga tiba pada masa yang sebelum akhir dituju -- sebutlah ini perjalanan yang akhirnya lelah. Menatap punggungmu bahkan sebelum senja jatuh, sebelum hujan menghunjam.

Kini terakhir kali menuliskan pada lembar  kenangan yang menjadikanmu angin, agar ringan langkah menjauhmu begitu saja.

Pergilah. Kuhantar mantra-mantra bukan mendoakanmu. Sebab luka-luka ini lebih membutuhkan keabadian doa bagiku.

( @_bianglala - @dzdiazz )

Sabtu, 02 Maret 2013

Kekasih

jalan-jalan yang kian gelap, tidak lagi dilewati
berlumut, senyap, dan bau anyir kesepian digagahi hari, waktu ke waktu
menghabisi diri, rindu demi rindu

tak ada kenangan lantas usai
jejak-jejak tegak pada bayang dari jauh cahaya
berjalan pada teguh tunggunya

lalu tuju berakhir di ranum debarmu
sebagai kekasihku, tidakkah kebahagiaan kau letakkan pada aku, saja?

pada dermaga

sedari pagi aku belum beranjak dari dermaga penantian.
apa rasanya bila aku menjadi puisimu, di saat-saat seperti ini?
mungkin aku kan sibuk menerka-nerka: apakah aku menjadi lukamu pada aksara-aksara yang kautulis bahkan berkisah pada rinai hujan yang jatuh seperti sedang kaulihat dari balik jendela cerita.
ataukah aku menjadi bait-bait bahagiamu, yang kaupuja bahkan rayuan-rayuan yang memelukimu. pun kau kisahkan pada tiap larik-larik pelangi selepas hujan ketabahan pengharapan.
di sinilah kisah tunggu beradu-adu dengan waktu. pada dermaga di mana kakiku sibuk mengakrabi riak-riak ombak; mencatut-catut satu demi satu apa yang tak juga sampai kepada detak.
bolehkah aku rebah kepada pasir? kepada darah ketiadaanmu yang terus berdesir?
apa yang telah kupercayakan kepadamu, ialah waktu tanpa jemu memohon amin temu.
akulah kini, penghuni luas sepi-sepi. penanti sulut api di sekam debar tanpa henti.
bila nanti dermaga runtuh oleh lelah, jangan persalahkan waktu. sebut saja aku kalah. sebut saja rindu jengah.
sampai malam aku tak juga berani menjejak, kepada apa yang kusebut kepergian.
(@_bianglala - @dzdiazz)