Selasa, 25 Februari 2014

(Sebut Saja) Puisi

Sasi,
Apa yang kau takutkan? Kalau kau tak takut hantu, mengapa kau takut tentang sesuatu yang tak kembali? Kesempatan kedua memang ada, tapi akan sangat berbeda. Kau tak perlu takut. Kau punya cahaya.

Kau juga tak perlu minta maaf. Itu cuma masa laluku yang kini maknanya tak seberapa. Bukannya aku mau menyama-nyamakan, tapi ada bagian dalam diriku yang seperti lahir di atas pantai. Sampai-sampai jika aku hanya mendengar satu hal saja mengenainya, atau apapun yang termasuk di dalamnya, aku tiba-tiba melesat ke sana. Seperti ada mesin jet yang mengirimku.

Baiklah, aku memberanikan tanganku untuk menulis (sebut saja) puisi untukmu. Jika tak seperti inginmu, maafkan aku yang masih gemetaran ini.

"Kaukah itu, malu-malu di ujung malam?
Menggelitik ombak dari surut ke pasang
Membaringkan cahaya di kasur laut
Malam demi malam

Cahayamu melambai
Dari jauh letakmu kutempuh
Akukah yang tiba-tiba jatuh?

Purnama bulan
Menjatuhkan sinar
Di jantungku yang debar"

Aku pesan dua cangkir kopi untuk menenangkan dadaku setelah menulis ini. Menulis puisi untukmu, aku benar-benar berada di antara tabuh drum.

Salam,
Suvan Asvathama

(Membalas surat Sasi Kirana @_bianglala)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar