Senin, 03 Februari 2014

menu dari sudut kedaimu

Baiklah, akan saya panggil kau Sasi saja, sesuai permintaanmu. Saya hanya tidak ingin lancang terhadap orang yang belum saya kenal sebelumnya. Begitu pula, sebaiknya kau memanggil saya dengan Suvan, saja. Tanpa embel-embel tuan. Saya rasa kita tak terlalu berbeda usia.

Anto memberitahu saya perihal ketiadaanmu di kedai waktu itu. Cuaca memang sedang tak bersahabat. Hujan bertandang di atas apa dan siapa saja, bahkan tanpa tanda apa-apa. Udara dingin jadi sering menyergap tubuh. Mungkin kau harus mencoba teh madu yang biasa ibu saya seduhkan, saat flu sedang mendera saya. Cukup untuk membuat tubuhmu hangat seharian. Lekas sembuh, Sasi.

Mengenai pertanyaanmu mengenai siapa saya, saya bukanlah siapa-siapa. Jika saja kau seperti mengenal saya, mungkin kau menemukan saya sebagai seseorang yang pernah mengisi hidupmu sebelumnya. Entahlah. Saya hanya pengunjung di kedaimu yang nyaman untuk melemparkan kata-kata dan menangkapnya pada tiap goresan tinta. Yang pada akhirnya mereka akan saya sembunyikan di satu sisi cahaya matahari yang tak mampu ditangkap bulan atau benda langit lainnya.

Saya akan terus menjadi pengunjung di kedaimu. Kopi-kopi yang saya pesan di sana rasanya tak ingin saya ceraikan dari lidah saya. Juga pisang goreng madu yang sering kali menemani saya melewati senja.

Kopi istimewa? Rasa-rasanya saya harus mencobanya. Nanti saat saya berkunjung lagi, saya pesan satu untuk mengisi ruang di meja sudut menepikan sepi, juga untuk turut mencabuti kata-kata yang tertanam begitu dalam di kepala ini.

Salam,
Suvan Asvathama


(Membalas surat Sasi @_bianglala)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar