Rabu, 26 Februari 2014

Aku Menyesal

Sayang,
Aku menyesal, tapi bahagia..

Setelah lampu kamar padam, malam itu, entah mengapa kantuk malah pergi dan tak jadi menggagahi mata kita. Aku coba diam pada debar yang sebelumnya belum pernah aku rasakan. Aku takut, tapi bukan pada gelap. Tiba-tiba saja aku kedinginan dan mencari tubuhmu. Kita bertemu peluk di atas bisu kasur. Di bawah langit-langit yang menutup mulut.

Kita kehilangan ucap, tapi tidak kecup. Tak ada kata-kata, hanya lenguh sesekali mengudara. Demikian kita mbuk kesenangan. Sungguh, aku mencintaimu.

Barangkali ini satu dari seribu cara yang akan terus kusampaikan kepadamu, betapa aku menyesal meski bahagia. Akan terus kurenangi rahasia milik kita, sampai nanti lampu kamar yang sengaja kita padamkan bukan lagi keringat yang menetes sesal.

Sekarang nyalakan lampu kamarnya, dan kita bicarakan bagaimana jalan ke depan akan kita tempuh, supaya tak lagi limbung oleh penyesalan.

Salam,
Kekasihmu yang sungguh menyesal meski bahagia, karena padam lampu kamar malam itu sesungguhnya belum milik kita.

(Surat ke-27)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar