Jumat, 31 Januari 2014

lelakimu

Aku berada di teras atas, di tempat di mana aku biasa menghabiskan sore jika aku sedang berada di rumah. Dari sini aku bisa melihat pohon-pohon dan memastikan mereka tetap lebih tinggi dari atap-atap rumah milik tetanggaku. Tidak ada hujan sore ini, oleh sebabnya hanya angin yang mampir untuk menyapaku dan tak sengaja membuat dingin kopi yang baru lima menit lalu kuseduh.

Mungkin, jika kau di sini, aku takkan kesal dengan angin yang keterlaluan membuat kopiku begitu cepat dingin. Namun tak apa, kau masih ada dalam ingatanku dan membuatmu hangat meski sebentar.

Aku sedang tak membawa kalender, maka tak hapal benar sudah berapa lama kita jauh dari sua. Teras atas ini mampu  menenangkan kangen yang dengan ajaib tiba-tiba bisa menghadirkanmu dalam bentuk apapun. Desau angin sore ini, misalnya.

Sayang, lelakimu ini bukan seorang pemberani. Lelakimu, aku, lebih memilih tinggal dan bersua dengan dingin angin di teras atas, daripada menemui hangat peluk perempuan lain. Lelakimu ini sungguh ciut nyalinya untuk meninggalkan janji.

Sayang, dari langit utara sepertinya hujan akan datang, dan petang kian menepati malam. Aku tak mau surat ini basah sebab tempias. Kau harus membaca apa yang kutulis, karena di dalamnya ada kangen yang begitu kamu.


Salam kangen,

Lelakimu.


(#30HariMenulisSuratCinta #1)