Jumat, 13 Februari 2015

Teruntuk Sudah

Aku sedang menyetir ketika tiba-tiba aku mengingatmu. Di sebuah perempatan jalan di mana lampu merah menyala. Aku berhenti, seperti kita yang sudah tak lagi berjalan. Aku ingin pura-pura lupa kalau aku pernah begitu mencintaimu. Sialnya, kau malah makin jelas di kepalaku. Berputar tanpa henti dan berpacu dengan detikan di rambu-rambu. Sayangnya lagi, kepalaku tak punya bom yang bisa menghancurkanmu dengan sekali ledak.

Aku pernah begitu sedih karena kehilanganmu dan kuharap kau juga menangis saat bukan aku lagi yang memanggilmu sayang. Awalnya memang terasa berat, beberapa kali langkahku terhenti hanya untuk menengok masih adakah kau di belakangku, mengejar dan memohon kembali. Tetapi tidak. Maka aku terus berjalan dan belajar untuk tidak menengok lagi ke belakang.

Manis, bolehkan aku tetap memanggilmu seperti itu?

Ada banyak hal yang mengingatkan aku padamu. Seperti lagu yang sering kita nyanyikan yang tak sengaja kudengar dari radio, atau beberapa persimpangan yang seringnya membuat kita berdebat mau ke mana kita selanjutnya. Hal-hal kecil yang mungkin dulu tak pernah kusangka kalau sekarang bisa sedalam ini tinggal di kepalaku.

Sekarang semua kusudahi. Meskipun aku masih mengingatmu, tetapi di dalam kepalaku sekarang kau hanyalah waktu yang detiknya tak ingin lagi aku putar. Kau adalah lagu yang nadanya menjadi sumbang tiap kunyanyikan, pigura yang tak lagi menyimpan apa-apa, jembatan di mana aku tak mau lagi menyeberang, juga sepatu yang tak lagi muat aku kenakan.

Suatu hari kalau kau mengingatku dan kau menjadi sedih, bercerminlah lalu tersenyum. Sudah tidak ada lagi yang perlu kau sesali. Kehilangan sudah berlalu dan waktu akan membawamu menuju masa depan. Aku sudah sanggup berjalan, dengan begitu kau juga harus demikian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar