Sebelum pesawat membawaku sampai di kotamu, kau telah lebih dulu dengan sabar mengirim pesan supaya aku berhati-hati di tiap langkah-langkahku. Meninggalkan kotaku meski sebenarnya lelap masih mau memeluki dan dan lengan-lengan mimpi menjadi lebih hangat.
Aku pikir kaulah tabah. Bangun lebih dulu dari keberangkatanku. Pagi sebelum matahari mengetuk pintu dan sebelum embun jatuh dari pucuk daun ke halaman dadamu.
Maka aku membalas pesanmu di sini, menuliskan beberapa hal yang mungkin bisa membawamu tidur pulas lagi sampai aku tiba dan memelukmu. Sayang, tidak ada lagi yang perlu kau tanggalkan kecuali gelisahmu. Ketahuilah, bahwa yang membuatmu terjaga seringkali adalah kekhawatiranmu sendiri. Bahkan sering kukatakan, aku baik-baik saja dan tak ada yang lebih menyesakkan kecuali resahmu belum mampu kuobati dengan pelukanku.
Ketahuilah juga, perihal-perihal lain yang acap kali membangunkanmu hanyalah bayangan yang jatuh dari lampu-lampu yang tak tertidur. Alangkah baiknya kalau kau meninabobokan ia dan menjadikannya mimpi untuk menenangkan dadamu. Sungguh, aku baik-baik saja.
Sayang, kau perlu meyakini kalau doa-doamu sudah menjaga aku dengan sangat baik. Di pergi dan pulangku, berkali-kali, doamu yang diam itu menuntun aku. Selalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar