Sayang, mungkin aku tidak tahu cara membenci pantai. Menganggapnya tak ada dan debur-debur ombak hanyalah suara-suara pengganggu yang mampir di telinga. Pasir yang lembut mengotori kaki dan bau amis membuatmu ingin muntah. Juga tentang air laut yang lengket di tubuhmu. Tetapi aku tak pernah bisa membenci pantai.
Tahukah kamu? Sehari sebelum aku mencinta kamu, aku telah lebih dulu jatuh hati pada pantai.
Debur ombak itu seperti jantung, bagaimana ia terus menerus dan berulangkali kembali kepada pantai. Tanpa ombak, pantai akan mati. Pasir di sana adalah tempat di mana jejak-jejak berumah, mengisi kekosongan dan pulang. Bau amis yang kau kira itu adalah bau laut, bau khas di mana kebebasan batasnya adalah cakrawala. Dan tentang air laut yang lengket di tubuh, adalah keinginan yang begitu lekat. Keinginan yang pada akhirnya mengental menjadi mimpi-mimpi.
Kepadamu sayang,
Entah apa yang terjadi jika aku tak mengenal pantai. Mungkin juga aku tak bersamamu sekarang. Angin kencangnya telah menguatkan dan mengingatkan aku untuk berani mengucap apa yang telah badai di dadaku. Mungkin kau tak mengerti, bahwa apa yang sekarang ini kita nikmati adalah apa yang telah pantai lahirkan di kepala dan dadaku.
Aku takkan pernah membenci pantai, karena aku mencintaimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar