Sore seperti biasa; hujan dan segala kegigilan. Aku memangku rindu dalam lama ingatanku yang remah-remah di sisa roti. Secangkir coklat panas, adalah hangat di langit-langit mulutku sendiri. Sekumpulan awan yang hadir, menyaji ritual rindu paling meyakinkan. Apa benar masih ada kamu, sedang tidak semuanya dadaku mendetak namamu?
Desember memainkan lagunya, melankoli perasaan yang dibumbung gelisah tanpa pertemuan. Detik jam, gurauan angin, nada-nada hujan, ketukan pada aspal jalanan oleh langkah yang kemudian hilang, dan denyut nadiku.
Rambutku basah tempias, kuyup sendiri tak perlu bantuan. Ini ritual kesepian di tradisi rindu. Memohon-mohon pada temu dalam sesajen waktu. Ah, andai bisa kupungkiri setiap adatnya. Biar saja aku jadi pembantah, asal tidak kenyerian ini bergelayut minta dipuja-puja.
Semakin renta menuju senja, geletar petir membangunkan bayang dalam lelap lamun. Ngeri. Disentak kehilangan teramat dalam. Sudahlah cukupi saja. Nyalakan dupa-dupa asa yang sedetik lalu disembur dingin. Rayakan saja debar dada! Rayakan meski tak lagi ada!
Senin, 17 Desember 2012
Rabu, 12 Desember 2012
hujan senja hari
Harapanku adalah butir-butir yang jatuh
Ulang demi ulang, resap terawang
Janganlah kehilangan, kau hidup sebagai kenangan
Aku dada yang siap kau lubangi bila memang perlu detak didengar
Namamulah gema dari hunjaman deras
Sayatlah seperti gerimis mengiris-iris jendela membentuk embun nama rindu
Elok dari tempias yang mampir lalu berbaris bagai serdadu
Nyalang, kenang, rebah hantam menghantam ingatan
Janji yang ditempakan rindu, luntur oleh bisu
Ada kehilangan mendaftar di buku pelukan
Hampir luput bayangan mengambil genggam
Air yang jatuh dicatatkan selayak hidup pada degup
Rayakan! mari bersenang pada dinding diam
Ini rindu, berbias cahaya dari mata air senja
Ulang demi ulang, resap terawang
Janganlah kehilangan, kau hidup sebagai kenangan
Aku dada yang siap kau lubangi bila memang perlu detak didengar
Namamulah gema dari hunjaman deras
Sayatlah seperti gerimis mengiris-iris jendela membentuk embun nama rindu
Elok dari tempias yang mampir lalu berbaris bagai serdadu
Nyalang, kenang, rebah hantam menghantam ingatan
Janji yang ditempakan rindu, luntur oleh bisu
Ada kehilangan mendaftar di buku pelukan
Hampir luput bayangan mengambil genggam
Air yang jatuh dicatatkan selayak hidup pada degup
Rayakan! mari bersenang pada dinding diam
Ini rindu, berbias cahaya dari mata air senja
Sabtu, 08 Desember 2012
di dalam mimpi
aku menarik selimut menghangatkan kalut tubuh
menghadap jauh sebelah pandang dengan rapuh
keberadaanmu, keberadaanku
aku tak melihat apa-apa
dan tak kukenali malam, menghindar luka
sampai tibanya mimpi yang ditinggalkan kunang untuk kita
biarlah kunikmati tengah malam pasang surut di keheningan
hingga iba mimpi-mimpi datang serabutan
barangkali tak ada yang perlu ditakuti
pejam mata adalah lelah diri
kau pernah minta untuk tiba di anganku
membebaskan dirimu terbang mengangkat aku
seperti balon udara ringan meninggalkan beban
sampai ingat, adamu adalah gelembung-gelembung sabun
kutiup dengan indah untuk pecah
maka aku terus tertidur
menarik selimut sampai atas dadaku
membiarkan kau hidup terbang seperti kunang sepanjang malam
dalam pejam
dalam sepi
kuterjemahkan sebagai aku sendiri
akuilah aku, selayak aku
tidak juga engkau, bila mimpi hanyalah sisa sayu risau
maka kumpulan kunang-kunang itu adalah kehilangan
yang meneguhkan aku, rindu
*lukisan Frida Kahlo - The Dream (The Bed)*
Rabu, 05 Desember 2012
nyala sebagai lupa
tak ada yang perlu diingat
biar asap mengepul menjadi udara-udara
menjadi hirup sebagai hidup
seolah api adalah kemabukan
puan, rambutmu nyala-menyala di mataku
menghubung selayak telepon, memanggil tuannya luka
dan dadaku kotak penyangga tua renta
kuhabiskan waktu dengan membakar aku
kunyalakkan rindu supaya bersetubuh dengan telanjang ragu
demikianlah geming kubebaskan
maka denting tiba di kepolosan tutup mata
sisanya hanyalah lepuh menghitam
lalu mati sebagai arang yang tak dipulangkan
*lukisan Salvador Dali - Burning Giraffes and Telephone*
Sabtu, 01 Desember 2012
Itu aku
tubuh halus, meski bercak merah darah membasuh sekujur
tangisan adalah suara murni, jernih menggema
mata bening, walau masih belum ada yang dapat terlihat
itu aku
manusia mungil tak mengenal apa-apa
tak mengerti apa-apa
suci, sekalipun dititipi dosa muasal
dari yang tak kukenal sebagai siapa
waktu
mengokohkan langkah
mengenalkan kesenangan
memberi hamburan pilihan
dan jatuhlah
itu aku
tubuh kuat dengan segala keangkuhan
pemenang yang kotor kemunafikan
penyandang benci dalam lindap hati
itu aku
jatuh, jatuh dan teramat jatuh
di jurang keliru yang teramat teguh
tangisan adalah suara murni, jernih menggema
mata bening, walau masih belum ada yang dapat terlihat
itu aku
manusia mungil tak mengenal apa-apa
tak mengerti apa-apa
suci, sekalipun dititipi dosa muasal
dari yang tak kukenal sebagai siapa
waktu
mengokohkan langkah
mengenalkan kesenangan
memberi hamburan pilihan
dan jatuhlah
itu aku
tubuh kuat dengan segala keangkuhan
pemenang yang kotor kemunafikan
penyandang benci dalam lindap hati
itu aku
jatuh, jatuh dan teramat jatuh
di jurang keliru yang teramat teguh
Selasa, 20 November 2012
rindu, harusnya
pertanyaan terlontar. lalu siapa yang menjawab?
haruskah aku yang mencari-cari huruf, menatanya satu persatu?
supaya bisa kau baca, bisa kau beri makna
haruskah aku, bukankah harusnya kamu?
sedang kupahami,
tempias hujan yang langsung lesap ke dinding begitu tegas
debur ombak sampai karang-karang lebur
terik matahari dari tengah langit mencabik
salju paling beku di hunian langkahku
maka dapat kumengerti,
jika rindu sempat tegak berdiri mengajari kita tabah
jika rindu mampu menggerogoti apa yang dicipta tegar
jika rindu adalah kesakitan yang dipertahankan
jika rindu memungkinkan ketidak-biasaan menjadi hapalan
maka rindu,
harusnya disahabatkan dengan waktu
sesungguhnya tak dilekangkan tunggu
pahamilah dan mengerti
tidak akan ada kehilangan bila setia
bukan lagi ketakutan atas anggapan sia-sia
tidak ada lagi yang samar
sebab kita masih saling menghantarkan debar
haruskah aku yang mencari-cari huruf, menatanya satu persatu?
supaya bisa kau baca, bisa kau beri makna
haruskah aku, bukankah harusnya kamu?
sedang kupahami,
tempias hujan yang langsung lesap ke dinding begitu tegas
debur ombak sampai karang-karang lebur
terik matahari dari tengah langit mencabik
salju paling beku di hunian langkahku
maka dapat kumengerti,
jika rindu sempat tegak berdiri mengajari kita tabah
jika rindu mampu menggerogoti apa yang dicipta tegar
jika rindu adalah kesakitan yang dipertahankan
jika rindu memungkinkan ketidak-biasaan menjadi hapalan
maka rindu,
harusnya disahabatkan dengan waktu
sesungguhnya tak dilekangkan tunggu
pahamilah dan mengerti
tidak akan ada kehilangan bila setia
bukan lagi ketakutan atas anggapan sia-sia
tidak ada lagi yang samar
sebab kita masih saling menghantarkan debar
Minggu, 21 Oktober 2012
laut usang di matamu
ombaknya masih berderai-derai
rela menabrak karang sampai pecah
ia mengenal pantai
pasir lusuh
jejak-jejak asing tertinggal
di ujung dermaga
tengah laut itu biru paling damba
aku hendak memungutnya satu demi satu tetes
hitung saja waktunya hingga habis
kukira akan sama
tiba padamu saat semua menjadi kenangan
luruh dari kelopakmu
dan benar
laut usang di matamu
rela menabrak karang sampai pecah
ia mengenal pantai
pasir lusuh
jejak-jejak asing tertinggal
di ujung dermaga
tengah laut itu biru paling damba
aku hendak memungutnya satu demi satu tetes
hitung saja waktunya hingga habis
kukira akan sama
tiba padamu saat semua menjadi kenangan
luruh dari kelopakmu
dan benar
laut usang di matamu
Kamis, 11 Oktober 2012
tiba-tiba aku jatuh cinta
tiba-tiba aku jatuh cinta
inikah kesengajaan yang Tuhan ciptakan?
elok yang merajam dadaku
pertanyaan beruntut menunggu jawabanmu
datanglah, sayang
lengangku menanti kau buang
aku adalah kesepakatan antara rindu dan waktu
sementara kamu menjadi detak di tiap detik hidupku
tiba-tiba aku jatuh cinta
sadarkah aku menyemat gaduh tiap temu tatap matamu?
bolehkah aku menenun benang, menjadikan kain lalu kamu pakai?
aku ini sekadar hati pecinta
tepat dalam hangat dadamu aku jatuh cinta
inilah kesementaraan semesta
supaya hidup kuselesaikan kepadamu tanpa sia-sia
cinta
inikah kesengajaan yang Tuhan ciptakan?
elok yang merajam dadaku
pertanyaan beruntut menunggu jawabanmu
datanglah, sayang
lengangku menanti kau buang
aku adalah kesepakatan antara rindu dan waktu
sementara kamu menjadi detak di tiap detik hidupku
tiba-tiba aku jatuh cinta
sadarkah aku menyemat gaduh tiap temu tatap matamu?
bolehkah aku menenun benang, menjadikan kain lalu kamu pakai?
aku ini sekadar hati pecinta
tepat dalam hangat dadamu aku jatuh cinta
inilah kesementaraan semesta
supaya hidup kuselesaikan kepadamu tanpa sia-sia
cinta
Minggu, 07 Oktober 2012
menyalalah selagi padam
malam menjadi teladan ketabahan
nyala lampu samarkan kehilangan
masih adakah aku? seberkas saja bayang
di sudut bagian rindu
anak-anak kunang menyanyi riang
bermain rintik sisa hujan
kenanglah, sayang
aku pengiba hangat dadamu, lekat di jantungmu
sedemikian kutapaki lajur
debur asa paling jujur
karang-karang lunak sakitku ditabur
andai acuhmu mudah ditegur
di sinilah tak mengonggok puing-puing lebur
sudahi sakitku
aku mencintaimu dengan hati
untuk hidup yang mendarah dalam tubuh rapuh ini
tibalah, sebelum padam putik-putik nyala kembang
nyala lampu samarkan kehilangan
masih adakah aku? seberkas saja bayang
di sudut bagian rindu
anak-anak kunang menyanyi riang
bermain rintik sisa hujan
kenanglah, sayang
aku pengiba hangat dadamu, lekat di jantungmu
sedemikian kutapaki lajur
debur asa paling jujur
karang-karang lunak sakitku ditabur
andai acuhmu mudah ditegur
di sinilah tak mengonggok puing-puing lebur
sudahi sakitku
aku mencintaimu dengan hati
untuk hidup yang mendarah dalam tubuh rapuh ini
tibalah, sebelum padam putik-putik nyala kembang
Senin, 01 Oktober 2012
hanya mendung
langit sejenak menyerahkan mendung di atas aku menjejakkan kaki
suara-suara angin menandakan akan hujan
bergeming
kuhitung satu demi satu gugur angin
di atas tubuhku, ingin itu membadai
rusaklah asa sekujurnya
aku harap ada berada di satu jalur derasan
bila memungkinkan
dan kita adalah setangkup payung besar hitam
saling melindungi saling menangkap nyeri
suara-suara angin menandakan akan hujan
datanglah..datanglah..
urapi keberadaanku yang telah kerontang sendu
adalah aku tanah kosong, bahkan ilalangpun enggan
bergeming
kuhitung satu demi satu gugur angin
di atas tubuhku, ingin itu membadai
rusaklah asa sekujurnya
tak juga jatuh
tak jua luluh
tak pernah lagi membuatku mengucap aduh
cinta saja tak cukup, sebab sendiri
aku harap ada berada di satu jalur derasan
bila memungkinkan
dan kita adalah setangkup payung besar hitam
saling melindungi saling menangkap nyeri
lalu mati
oleh sebab hati
Kamis, 27 September 2012
Jatuh Sendiri
Kau matahari dan aku bumi penampung cahayamu. Detik ke detik adalah hidup dari keberadaanmu. Harapan tanpa tepi.
Ada kalanya jarak tak menjadi acuan untuk merindukanmu. Bahkan sedekat nafasku dengan detak di jantungmu--dalam pelukan--aku masih bisa menanam rindu dengan gebu. Tidak perlu jarak jika harus menabur rindu ke tanah hidupmu.
Pelukan demi pelukan kau rebahkan tanpa syarat di dingin dadaku. Selalu saja kau mampu hunjami aku dengan ketenangan, meski seringnya tusukan-tusukan airmatamu lebih dulu membunuh aku. Seperti duri di tangkai mawar, menusuk kecil-kecil terhalau rekah merah kelopaknya. Aku adalah tangan, yang tak peduli sakitnya menggenggam.
Kita tidak saling meminta untuk apa harapan ditali-pitakan. Sebuah rasa membungkus dirinya sendiri untuk dapat saling melengkapi.
Ini adalah kebahagiaan yang aku rasakan tanpa pernah sekalipun aku rencanakan. Sekelumit waktu atas kedatanganmu, entah melalui jalan apa dan berkelok di persimpangan mana. Tiba-tiba saja kau sudah jatuh di dadaku dan aku jatuh di matamu dengan hatiku. Keindahan yang berlalu-lalu tanpa pernah kita tau, kita ini siapa dan siapa sebenarnya kita. Iya kita..
Aku bahagia sebab kulihat kau tertawa dalam tiap pertemuan kita. Dari sana aku mulai jatuh, jatuh, lalu jatuh dan semakin jatuh. Aku adalah kesenangan, pada waktunya di tibamu.
Kata-kata cinta kurangkum dari debar dadaku. Padu-paduan aksara kutata dari geletar nafasku. Akan kubilang kau cinta dari segala yang pernah kau cipta. Sejak hari demi hari peluk kau titip tanpa spasi. Lalu jatuhlah harapan, saat cinta yang kutawarkan kau tampik dalam senyuman. Jatuh berdebam. Blaaaarrrr..
"Apa maknanya kita berpeluk selama waktu--sebelum ini--tanpa jeda?" tanyaku berturut-turut pada nyalang matamu yang jauh dari hirau suaraku. Ini aku, seada-adanya terjerembab dari gunung harapan ke jurang kekosongan.
Bisakah kita menjadi cinta, saat nyala matamu hanyalah biasan dari kisah yang untuknya masih kau jaga?
Kutanyakan sekali lagi, benarkah pelukan di dadaku hanyalah sepi kenyataan atas harapan yang tak ingin kau restui? Bukankah telah banyak pahatan mimpi yang kita--tunggu, mungkin hanya aku--rancang sedemikian sempurna untuk hias-hiasan bahagia. Ah, ternyata memang benar. Hanya aku saja yang menikmati rekah-rekah kelopak mawar, tanpa menghirau duri yang menjadi sekat antara luka dan cinta.
Engkaulah mendung paling langit. Berharaplah aku menjadi hujan, ditampungmu dalam-dalam, sebelum derasan.
Kini aku kembali menjadi pintu; tertutup--menutup diri dari nyata yang terjadi. Membatasi harapan supaya tak lagi melayang-layang pongah. Seolah layang-layang, ia terbang ke langit paling angkasa dan tak berteman siapapun, bahkan angin enggan untuk membaca maunya diberi sela terbang. Aku jatuh, pada cinta yang jauh dari cinta. Aku ilalang, tumbuh di tanam petani di sawah harapan kosong paling lapang--kamu.
Seperti ruang lapang yang kudatangi sendiri--lengang begitu nyata, ketika cinta jatuh tanpa kau tangkapi.
♬ tak pernah kumengerti aku segila ini
aku hidup untukmu aku mati tanpamu
tak pernah kumengerti aku sebodoh ini
aku hidup untukmu aku mati tanpamu
( ♬ Hidup untukmu mati tanpamu - NOAH )
Rabu, 26 September 2012
kalau ragu jatuh cinta
tidak ada yang bisa diam saat mencintaimu
kukira akan ada begitu banyak ungkapan ketika tiba di hadapanmu
mungkin mulanya diam-diam, sungkan oleh keindahan semua yang melekat di tubuhmu
terang saja, aku tiba-tiba membatu dalam gagalnya rencanaku
aku mencintaimu dan di sanalah paku-paku tajam keelokanmu menancapkan aku
betapa ngeri harapanku beradu tatap dengan mata penuh pesona
aku jatuh, oleh cinta karena cinta di hadapanku
kau adalah semesta yang telah disetujui Tuhanku untuk kucintai
kau yang mengaduk kebahagiaan titipan Sang Maha
kini aku menggantung di jembatan yang hampir saja rubuh oleh kekagumanku
lama-lama aku berdiam di tegunku sendiri
hingga lapuk waktu menunggu ketidakpastian
apa aku bisa mencintai dalam kebisuan
apa aku bisa hidup heran dengan kebodohanku
meski engkau telah meyakinkan dengan senyuman
kukira akan ada begitu banyak ungkapan ketika tiba di hadapanmu
mungkin mulanya diam-diam, sungkan oleh keindahan semua yang melekat di tubuhmu
terang saja, aku tiba-tiba membatu dalam gagalnya rencanaku
aku mencintaimu dan di sanalah paku-paku tajam keelokanmu menancapkan aku
betapa ngeri harapanku beradu tatap dengan mata penuh pesona
aku jatuh, oleh cinta karena cinta di hadapanku
kau adalah semesta yang telah disetujui Tuhanku untuk kucintai
kau yang mengaduk kebahagiaan titipan Sang Maha
kini aku menggantung di jembatan yang hampir saja rubuh oleh kekagumanku
lama-lama aku berdiam di tegunku sendiri
hingga lapuk waktu menunggu ketidakpastian
apa aku bisa mencintai dalam kebisuan
apa aku bisa hidup heran dengan kebodohanku
meski engkau telah meyakinkan dengan senyuman
Senin, 24 September 2012
Kena deh..
Sepertinya musim kemarau masih betah. Terik matahari masih saja menguasai siang. Kapan hujan? Kapan petrichor akan sampai di nafasku? Terkadang kujumpai mendung, saja. Tidak ada hujan, belum tepatnya. Padahal ini sudah mendekati Oktober, dan biasanya sudah mulai hujan. Gerimis minimal.
Hari ini senin, seperti biasa aku harus kembali lagi pulang ke kos. Besok aku ada kuliah. Sengaja memang aku mengosongkan jadwal di hari senin, supaya lepas aku dari kata-kata "i hate monday". Bukan mau sok antimainstream, tapi memang kalau awal minggu saja sudah dimulai dengan kebencian, ya biasanya selanjutnya bakal membosankan.
Ini baru jam 10 pagi, dan matahari sudah bertengger kuat di langit. Aku memutuskan naik bus saja untuk kembali ke kos. Sudah berpamitan dengan ibu dan bapak, sekarang aku sudah duduk menunggu bus di halte. Tidak memakan waktu lama, sekitar 10 menit bus yang akan aku tumpangi sudah berada di depan mata.
Tidak begitu penuh untuk hari senin. Aku melihat masih ada satu bangku kosong di bagian tengah. Kuhampiri bangku itu sebelum ada orang lain meraihnya. Aku hanya mau memastikan, 2jam perjalananku nyaman dan bahkan bisa sambil tidur. Di sebelahku--yang dekat jendela--ternyata seorang bule. Sebelum duduk tadi, aku sudah menyapanya dengan tersenyum.
Kira-kira sudah 1jam perjalanan dan kami masih saling diam. Sampai pada akhirnya aku memberanikan diri untuk sekadar berbasa-basi.
aku: "where do you come from, mister?"
bule: "London."
Singkat banget jawabnya, mister. Pakai basa-basi juga kek, atau gimana. Lalu kami diam lagi. Perawakan bule itu sepertinya tinggi. Badannya besar kalau dibanding denganku. Dia memakai kacamata hitam, tapi aku bisa tau kalau matanya menerawang keluar jendela. Entah apa yang dilihatnya, ya kan aku ga mau dibilang kepo kalau tanya-tanya. Satu yang menarik perhatian, rambutnya pirang tidak terlalu panjang dan gimbal. Satu yang kepikiran pas liat rambutnya; wedus gembel.
Tanpa sadar, aku bergumam tentang rambutnya dalam bahasa Jawa, "rambute koyo wedus gembel, tau adus ra yo?" ( rambutnya seperti wedus gembel, pernah mandi ga ya?). Aku meliriknya, dia masih diam saja dalam lamunan.
Kira-kira lima belas menit setelahnya, bule itu turun di sebuah halte. Dia harus melewati aku untuk bisa keluar dan turun dari bus. Lalu, "excuse me, wedus gembel mau lewat. Saya duluan, ya.."
Aku melanjutkan perjalanan, dengan diam.
♬ berlari teriak ku kejar bus kota
di tengah terik siang yang panas
berlari teriak ku kejar bus kota
demi satu kesempatan dan cita-cita
(♬ Bus kota - Shaggy dog)
Jumat, 21 September 2012
Penghujan ini
siapa yang datang lebih dulu antara gerimis dan kamu?
pekarangan rumahku sudah basah dan kepalaku tak lagi muat oleh kenangan selain kamu
ini musim yang nampak lebih berkompromi dengan kenangan
bulir demi bulir adalah hunjam kesegaran untuk menyapamu yang pernah hilang
adalah kamu,
melodi paling menenangkan di rerintikan
deras dentum paling meneduhkan
ada gerimis yang datang setiap pagi
menjadi manis di tiap tegukan sampai akhir ampas kopi
siang sampai malam biasanya deras
yang ada bayangmu makin tegas
di gebu-gebu rindu, penghujan adalah musimnya kamu
aku dimabukkan petrichor
dihuyungkan kamu yang menjadi peniup angin di nyala-nyala obor
sejak datang pertama kali, hujan sudah mengetuk-ngetuk pintu kenangan
seperti tamu basah kuyup mengiba kehangatan
iya, seperti kamu
asing yang berhasil menerobos sejak awal hadir di keberadaanku
dan menagih hangat dari setiap pelukan yang aku berikan
kini pergi
tinggal aku yang sibuk mengurus rindu yang menggenang musim
di sisa semua air yang masih akan tumpah
entah hanya dari awan atau dari mataku yang mengenang
♬ semusim tlah kulalui
tlah kulewati tanpa dirimu
tetapi bayang wajahmu
masih tersimpan di hati
( ♬ Semusim - Marcell )
pekarangan rumahku sudah basah dan kepalaku tak lagi muat oleh kenangan selain kamu
ini musim yang nampak lebih berkompromi dengan kenangan
bulir demi bulir adalah hunjam kesegaran untuk menyapamu yang pernah hilang
adalah kamu,
melodi paling menenangkan di rerintikan
deras dentum paling meneduhkan
ada gerimis yang datang setiap pagi
menjadi manis di tiap tegukan sampai akhir ampas kopi
siang sampai malam biasanya deras
yang ada bayangmu makin tegas
di gebu-gebu rindu, penghujan adalah musimnya kamu
aku dimabukkan petrichor
dihuyungkan kamu yang menjadi peniup angin di nyala-nyala obor
sejak datang pertama kali, hujan sudah mengetuk-ngetuk pintu kenangan
seperti tamu basah kuyup mengiba kehangatan
iya, seperti kamu
asing yang berhasil menerobos sejak awal hadir di keberadaanku
dan menagih hangat dari setiap pelukan yang aku berikan
kini pergi
tinggal aku yang sibuk mengurus rindu yang menggenang musim
di sisa semua air yang masih akan tumpah
entah hanya dari awan atau dari mataku yang mengenang
♬ semusim tlah kulalui
tlah kulewati tanpa dirimu
tetapi bayang wajahmu
masih tersimpan di hati
( ♬ Semusim - Marcell )
Selasa, 18 September 2012
Secangkir kopi dan teh
sore ini..
kopi : “masih sepi, tuanku dan puanmu masihkah sibuk menukar peluk?”
teh : “ah benar, kita menunggu saja. saling menjaga supaya tetap hangat.”
kopi : “mari kita saling bercerita tentang kebiasaan tuan dan puan kita masing-masing..”
teh : “puanku, menjadikan aku teman untuk menghabiskan pagi, setiap hari.”
kopi : “tuanku, selalu mengajakku menemani sepi, saat menulis puisi.”
teh : “puanku, lebih sering menyeduhku dengan air panas, biar sampai tubuhnya tetap hangat katanya.”
kopi : “tuanku selalu, menjerang aku dengan air panas, dia tidak suka kopi dingin, hambar katanya.”
teh : “puanku, terkadang membiarkanku dingin, ia lebih kusyuk saat membaca, aku dibiarkannya.”
kopi : “tak berbeda, tuanku tak jarang membuatku sampai mengendap sempurna, tapi dingin dan kadang ia lupa menghabiskan aku.”
teh : “pernah dicampur sesuatu? puanku kadang menambahkan lemon, dia suka rasa asamnya. dia pernah bercerita, kalau asam lemon dapat membuatnya tenang, aku tak mengerti.”
kopi : “mungkin puanmu sedang ingin menerima sakit dan menikmatinya dengan cara yang berbeda. tuanku, menambahkan susu putih, jarang sih. tapi dia suka menambahkannya waktu lapar, atau menginginkan aku dengan warna lain, selain hitam, kelam, katanya.”
teh : “kau tau, saat puanku menunggu tuanmu, ia bisa menghabiskan beberapa cangkir aku. dia selalu gelisah jika tuanmu sedang di perjalanan.”
kopi : “kalau tuanku, hampir tiap malam dia bisa menghabiskan lebih dari lima cangkir kopi, karena dia mau memikirkan puanmu, bukannya memimpikannya.”
teh : “hei, puanku pernah mencobamu, satu tegukan, tapi tidak suka. katanya kamu terlalu pahit.”
kopi : “ah, sebenarnya aku tak mau bilang. tuanku tak pernah menyukaimu, apalagi panas. membuat sesak di dadanya, maaf.”
teh : “tak apa, aku sudah tau. puanku pernah bercerita. tapi tuanmu tetap mencintai pecintaku, bukan?”
kopi : “hahaha.. iya, dia sangat mencintai puanmu. sangat. aku tau semua rasa, cintanya..”
teh : “kau tau, puanku pun sudah punya racikan sendiri untuk membuatmu, dan menyajikannya kepada tuanmu. dan seperti itulah kamu saat ini.”
kopi : “iya, tuanku sangat menyukai aku yang teracik dari tangan puanmu. terima kasih ya, katakan pada puanmu itu.”
teh : “nanti pasti kusampaikan. eh, lihat mereka telah selesai menukar peluk. sebaiknya kita kembali diam dan membiarkan tuanmu dan puanku menikmati masing-masing kita.”
kopi : “baiklah, kita biarkan mereka menjadikan kita sebagai salah satu nikmatnya.”
lalu hujan..
( ♬ Join kopi - Blackout )
Sabtu, 15 September 2012
Darimu aku mengenal
Aku sedang memaknai cinta waktu itu. Ketika pertama kali aku dikenalkan oleh rasa yang membuat dada sesak, seperti dipenuhi udara yang mengandung banyak debu. Aku masih bisa bernafas, tapi tidak untuk mengolah oksigen dalam dadaku. Ada cekat di antara paru-paru dan bilik-bilik jantung.
Waktu, berpihak pada kebimbangan yang hidup di sela denyut nadi. Kamu datang dari arah yang kukira telah ditentukan Tuhan. Datangmu membawa berbagai kisah kutulis menjadi satu. Membuat dada berusaha menghidupkan satu detak di dalamnya. Hadirmu itu cinta, aku menentukan sendiri.
Jalan Tuhan memang tak pernah menyesatkan. Aku diterima pada cinta yang kutawarkan kepadamu. Dan mungkin kamu tau saat itu, beribu kupu-kupu keluar dari dadaku. Mencipta kelegaan yang selama ini rangsek di nafasku. Sepertinya aku mirip dengan anak kecil yang baru saja keluar dari pintu rumah hantu dan menemu tukang balon atau penjual eskrim. Buncahku tiba di pelukmu, berterimakasih atas bahagia yang kamu hantar dengan sangat luarbiasa; cinta.
Tetapi ini hidup. Pepatah tua mengatakan; roda terus berputar. Kebahagiaan tak selamanya bertahta. Pernah kubilang, luka adalah bagian yang menyatu dari cinta, yang bersembunyi dekat meski entah dimana. Aku diterimakan pada cinta yang menyenangkan, sampai pada akhirnya harus dipisahkan oleh keegoisan diri sendiri. Maklumkan saja dengan istilah puber.
Cinta, iya pada akhirnya harus berpisah. Kita masing-masing hanya tau, bahwa yang terjadi adalah kita hanya saling menyakiti. Kebahagiaan itu purna dari semesta, dari makna kita. Aku kehilangan dan kamu pergi. Aku tidak lagi kembali dan kamu tak juga menanti.
Ini cinta yang pertama kukenal dan yang akhirnya mengenalkanku pada sebenar-benarnya cinta adalah tidak menyakiti, apapun alasannya. Janji kita pada bintang untuk tetap menjadi terang, janji kita pada laut untuk tetap singgah di pantai, juga janji kita pada tanah untuk selalu hidup menginjak dan mati rubuh di dalamnya. Aku masih mengingat semua, terutama ketika sebuah lagu terngiang dan mengajak kenangan berdansa. Lantai dansanya pikiranku.
Aku menemukan makna cinta pertama kali di kamu, pun memungut luka pertama. Jika sampai detik ini semuanya masih jelas di ingatanku, tak berarti kau menjadi pemilik seluruh ruang panggung kehidupanku. Hanya saja, kenangan adalah mata pelajaran yang harus diterapkan gunanya di perjalanan hidup. Hidupku, juga hidupmu jika kau mau.
Terima kasih untuk cinta dan kebahagiaan yang pernah dan sampai sekarang masih kau kirim untukku, meski lewat doa seperti katamu. Semuanya sampai dan sudah menjadi bagian dari kisah yang ditulis cinta mengenaiku. Untuk luka, biarlah dadaku mengartikannya sebagai asap--sebagai pembeda mana yang tetap dibiarkan tinggal atau kembali dibuang dalam embusan.
♬ semoga saja kan kau dapati hati yang tulus mencintaimu
tapi bukan aku
( ♬ tapi bukan aku - kerispatih )
Jumat, 14 September 2012
kita sebenarnya
aku ingin diajarimu berlari
meninggalkan yang tak lagi ku ingini
terkadang aku bosan di sini
begah dengan semua yang terjadi
aku akan mengikutimu
entah sampai jauh dan tak lagi menemu apapun
ini aku, toples yang mendamba kerlip menjadi penghuni
isilah aku apa saja, dan aku merasa ada
kupastikan kau terjaga dengan seutuhnya
aku mencintaimu
maka tak kurelakan jauh menjadi jarak antara kita
kubilang aku akan mengikutimu
mendekatlah, sayang
kita bukan daratan yang dipisah sungai
kita bukan pula pantai yang dibentang laut
kita ini anak rindu, yang jatuh tersungkur di atas tanah yang sama
di bawah langit yang tak pernah berbeda
tanahmu liat, tanahku hitam dan kita menginjak bumi
langitmu cerah, langitku mendung dan kita mengenal awan
kita adalah asa
sebelum semesta menerimakan kita pada kata ya yang sama
untuk cinta..
meninggalkan yang tak lagi ku ingini
terkadang aku bosan di sini
begah dengan semua yang terjadi
aku akan mengikutimu
entah sampai jauh dan tak lagi menemu apapun
ini aku, toples yang mendamba kerlip menjadi penghuni
isilah aku apa saja, dan aku merasa ada
kupastikan kau terjaga dengan seutuhnya
aku mencintaimu
maka tak kurelakan jauh menjadi jarak antara kita
kubilang aku akan mengikutimu
mendekatlah, sayang
kita bukan daratan yang dipisah sungai
kita bukan pula pantai yang dibentang laut
kita ini anak rindu, yang jatuh tersungkur di atas tanah yang sama
di bawah langit yang tak pernah berbeda
tanahmu liat, tanahku hitam dan kita menginjak bumi
langitmu cerah, langitku mendung dan kita mengenal awan
kita adalah asa
sebelum semesta menerimakan kita pada kata ya yang sama
untuk cinta..
Kamis, 13 September 2012
Ada aku
Ada yang menantimu di tiap ujung harapannya. Seseorang yang tak pernah sekalipun luput oleh lupa, meski masa memberinya bertumpuk-tumpuk kenangan. Kau tidak akan pernah kehilangan, dan tidak akan pernah melihat seseorang itu pergi begitu saja darimu.
Saat langit penuh oleh mendung, dari matanya coba dipancarkan secercah cahaya. Barangkali kau butuh hangat, barangkali kau ingin diperhatikan lekat. Seseorang itu selalu ingin menjagamu.
Dalam tiap deras hujan, setangkup lengan diperintahkannya untuk mendekap tubuhmu. Memayungimu dari kuyup yang mengancam sekujurmu. Tubuhnya ingin menjelma atap untuk meneduhkanmu. Atau merupa payung dalam perjalananmu.
Seseorang itu acap kali memanggilmu cinta, berulangkali mengigau namamu sebagai rindu.
Kau tidak sendirian. Lihat betapa ada seseorang yang tak sanggup membiarkanmu dikekang sepi. Tak pernah rela bila kau disandingkan dengan kesunyian. Ia ada untuk menyambut datangmu, menyambut segala harapan yang terus dipupuknya.
Tak ada pagi terlewat dengan embun yang meneteskan namamu. Tidak ada siang yang asing, ketika waktu menyediakan bayangmu di ingatannya. Tidak ada senja yang menjadi jingga, jika cahayanya tak memancar senyummu. Pun tidak akan pernah ada malam yang pejamnya tak menjadi kerajaan bagimu di mimpinya.
Akan butuh berapa hitungan cinta, kau akan menyebutnya demikian? Harus ada berapa juta bintang, untuk membandingkan pendarmu dan meyakinkanmu bahwa kamulah yang paling cahaya? Baginya tidak perlu semua itu. Cukup satu hadirmu dalam tiap jaganya dan adamu dalam segala hidup nafasnya.
Seseorang itu ada, tidak pergi meski hadirnya adalah asing bagimu.
Sesekali tataplah matanya dan singgahkan selengkung senyum sederhanamu. Ia mencintaimu, ia ada untuk kamu di sini.
Seseorang itu, aku.
( ♬ Ku ada di sini - Rio Febrian)
Minggu, 09 September 2012
Karena kita
Dinding bercat putih yang menempel di punggungku tiba-tiba merapal dingin. Seperti jeruji besi di bilik penjara. Hampir semuanya membeku, dan aku ingin menyerutnya untuk kutumpahi sirup dan aku meminumnya. Diam ini membuat kerongkonganku kering, tenggorokanku cekat oleh dentum-dentum detak jantung yang tak karuan.
Masih saja diam, sudah hampir 1 jam sejak pertanyaan terucap yang aku sendiri juga tidak tau apa jawaban sebenarnya..
*1 jam yang lalu*
"Kamu itu ga ngerti aku! Ga ngerti kenapa aku bisa ngelakuin ini ke kamu kan?!"
"Kamu tuh egois. Pernah kamu tanya mau aku apa, atau tanya aku kenapa? Pernah?!"
"Mau kamu apa sekarang?"
Tidak ada suara, bahkan engah nafasku menyerupai teriakan di telingaku sendiri. Dia diam, aku lebih diam. Kita seperti hutan tanpa penghuni. Membiarkan yang mengisi adalah celoteh alam. Berjalanlah waktu sampai detik ini. Satu jam berlalu dan kita adalah asing yang tak diperkenankan dekat oleh angin.
Sadar tidak akan selesai, sadar bahwa diam adalah keputusasaan belaka, dan sadar bahwa diam takkan membawa kemana-mana, aku meraih tangannya. Menggandeng masih tanpa suara, menyeretnya lembut ke teras samping rumah.
"Lihat sekelilingmu."
"Apa? Pohon mangga? Bunga mawar?"
"Maaf, tapi kamu bodoh."
Plaaaaakkkk... Dia menamparku. Tangannya sampai di pipiku begitu kuat. Perihnya terasa di mataku, aku hampir saja menangis. Tapi aku ini lelaki yang menata gengsi lebih tinggi dari tinggi pagar penjara. Aku simpan sakitnya dengan menatap dia dalam-dalam. Lalu diam lagi.
*30 menit berlalu*
Aku menata lagi emosiku. Mendatarkan nada suara, berusaha tenang.
"Kamu memang bodoh." Kali ini aku hanya mendengar isak tangisnya. Tak ada kata-kata keluar dari bibirnya. "Kamu memang bodoh. Kamu cuma lihat pohon dan bunga saja?"
"Maksud kamu?"
"Sebelum aku jawab, aku mau jelasin kenapa aku nglakuin ini semua ke kamu. Kamu tau kan, banyak yang ga suka sama kita. Ga perlu dihitung seberapa banyak dan ga perlu tau juga siapa aja. Banyak. Selama ini aku minta kamu buat nahan semuanya. Biar semuanya tenang dulu, Din."
"Aku harus nahan sampai kapan? Sampai aku buta dan ga bisa lagi ngliat kamu? Aksa, aku juga punya perasaan. Aku ini kamu anggep apa sih, sampai-sampai cuma perasaan mereka aja yang kamu pikirin?! Kita putus aja, kalau kamu ga tegas kayak gini.."
"Kamu ngomong apa barusan? PUTUS?!!!"
"Iya kalau kamu ga pernah tegas kayak gini. Kamu itu bukan calon gubernur, Sa. Ga perlu ngobral janji sama aku. Aku pulang."
*2 hari setelahnya. Tanpa bicara*
"Boleh ketemu Dina, tante? Saya mau selesaikan semuanya soal yang kemarin itu."
"Tante udah tau semua. Selesaikan, berlakulah dewasa tapi miliki jiwa seperti anak kecil yang ga pernah punya dendam setelahnya."
"Iya tante, terima kasih."
"Din, kamu boleh tampar aku sekali lagi. Aku cuma mau kamu tau kenapa waktu itu aku bilang kalau kamu bodoh. Dan alasan-alasan lain kenapa aku bersikap kayak gitu."
"Aku ga akan lagi nampar kamu. Terserah sekarang mau kamu apa. Kalau emang kamu mau ngomong, aku dengerin."
"Baiklah.. Kamu bodoh, karena yang kamu lihat di sekelilingmu waktu itu cuma pohon sama bunga. Cuma pohon sama bunga, Din. Cuma itu yang kamu lihat. Bodoh, karena kamu ga ngelihat aku di sana. Kamu anggep aku ini hantu, sampai kamu ga lihat aku?" Aku mengatur nafas, supaya kata-kataku jelas di telinganya.
"Kamu ngomong apa sih? Ga usah gombal. Masalah kita ini serius, Sa."
"Aku serius, Din. Tapi kamu emang ga lihat aku kan. Nyatanya kamu cuma lihat pohon sama bunga."
"Jadi masalah kamu cuma pohon sama bunga? Dasar anak kecil."
"Bukan itu, Dina. Kenyataan di mana kamu ga bisa nganggep aku ada, bahkan untuk sesuatu hal yang cuma ada kita. Kalau selama ini aku bertindak dan mungkin nyakitin kamu, karena aku tau kamu kuat. Aku anggap kamu itu perempuan hebat. Dan aku tau, kamu mampu bertahan. Terbukti kan, sampai sekarang kamu masih di sini, sama aku."
"Kamu anggap aku.."
"Iya, kamu itu hebat. Lebih dari apapun dan aku tenang di samping kamu apapun masalahnya. Kita, di genggam tangan kita ini ada benteng yang bisa nahan masalah yang udah kayak air bah. Ada kekuatan yang melebihi superman, sampai kita selalu bisa ngalahin semuanya. Kamu sadar itu ga?"
♬ Kita mesti bertahan
kita pasti bertahan
karena memang cuma kita yang bisa pertahankan kita
(♬ Sudah jangan bertengkar - Anji)
Jumat, 07 September 2012
Beruntunglah ada doa
♬ Beruntung ada udara hingga nafas yang kuhirup nafas yang kau hela..
Salahkah, ketika kita masih memberi nafas pada segala bentuk cinta yang mendamba hidup di dada kita? Pada kesementaraan tempat yang menjauhkan dadamu-dadaku untuk sekadar berpeluk, bertemu detak. Maka ini adalah keberuntungan nafas untuk dapat menghirup dan menghela udara yang sama. Sejauh apa semesta akan memetakan ruang kita, membedanya menjadi petak-petak yang tak terengkuh. Kita adalah cinta yang masih disatukan udara.
♬ Kuingin selalu ada di dekatmu
Kuingin selalu ada untuk kau sentuh
Saat jarak terasa jauh mimpi indah membawamu kepadaku
Kita adalah manusia yang mengenalkan masing-masing hati. Mencoba mendekatkan apa yang mampu dikaitkan. Namanya asa; harapan untuk menumpang pada rumah yang disebut-sebut sebagai bahagia. Ini kita, yang memilih bersama meski pada satu masa harus tunduk pada kenyataan. Kesepakatannya adalah jarak dibentang untuk bekal masa depan.
Di mulai dengan pergimu, rindu jatuh di atas kakiku sendiri. Kaki yang sudah terpaku pada kesepakatan. Menyesakkan. Membangun sendiri pondasi-pondasi tegar, sembari mengajari anak-anak rindu untuk tabah di lingkar peluk yang tak menyentuh rengkuh. Ini dada yang sedang kehilangan hangat tubuh kekasihnya. Menyentuhmu dengan doa, adalah cara paling tepat dan cepat supaya rindu benar-benar utuh.
♬ Selalu satu dalam berjuta hasta
Takkan ada yang bisa pisahkan kita
Simpan rasa untuk satu masa kita kan bersatu dalam cinta
Tepat di doa-doaku, kamu adalah lafal yang selalu mampu kuhafal. Bahkan, jarakmu bisa menjadi lebih dekat dari satu spasi dalam tulisan ini. Begitu aku mencoba menggapai-gapai kamu.
♬ Beruntung ada samudera
kan kukayuh perahu rindu, agar sampai ke tempatmu
Semua jalur kulalui semua arah mata angin kukirim pesan ini
Kau tau, sayang? Doa adalah sampan sederhana untuk sampai kepadamu dengan tenang. Makanya sering aku menumpang, yang kayuhnya ada di tangan Tuhan. Jalannya seperti dimudahkan, ombak ditampik halus, karang bukan terjal halang. Dan kangen itu tiba kepadamu dengan bentuk-bentuk yang menenangkan hatimu.
Tidak ada janji apa-apa antara kita. Cinta, bukanlah ruang untuk menumpuk janji. Di dalam cinta, kita diajari untuk mengambil satu demi satu keinginan yang kemudian dirangkai menjadi nyata-nyata sebagai bukti. Cinta itu benar adanya, pada kesetiaan yang meski dibentang jarak, tetap saja kokoh menjadi pagar atas kerinduan.
♬ Let me be close to you
close to you
( ♬ Satu dalam sejuta hasta - Asyharul Fityan & Artasya Sudirman )
Senin, 03 September 2012
Apa maknanya aku?
Dan langitpun sama saja
Mendukung perih yang ada
Hingga mungkin aku tak berarti
Meski temanimu setiap hari
Rasanya seperti dihantam gulungan salju. Diammu yang dingin dan heningmu paling tidak pernah aku tau, tak pernah aku mau. Seperti ada keinginan angin, mengirimku ke jalur-jalur labirin. Aku tersesat sendiri, kehilangan kamu; sang arah yang sedang tergugu pada kesedihannya yang tak boleh ikut kumiliki.
Aku seperti pelawak yang kehilangan penontonnya. Hanya bangku-bangku kosong yang menyaksikan leluconku tanpa pernah ada satu pun gelak tawa. Atau aku mungkin badut yang hanya ditakuti anak-anak kecil di tengah taman. Menjadi biang keladi atas tangis mereka. Aku ini apa, seseorang yang nyatanya tak pernah kau anggap ada.
Bagaimana mungkin kamu
Tak akan segera menangis
Sepertimulah langit kini
Tertunduk pilu dalam mendung
Sayang, mungkinkah sudah lepas percayamu kini kepadaku? Seolah langit tak lagi boleh menahan hujan. Tak boleh lagi memberi sedikit cerah kepada bumi.
Kamulah kini mendung yang memberantas terik. Kamulah yang pertama kalinya mengenalkan aku kepada awal keberangkatan hujan yang begitu menyesakkan. Ada hawa panas yang menyelubung tubuhku, paling panas di dadaku. Entah bagaimana satu kesedihan bisa merangkaikanmu luka sebegitu dalam. Sebait duka yang tak pernah boleh ikut kusimpan dalam tanganku.
Sejak keheningan mendekapmu, dan setiba-tiba itu airmata melenggang dari bening matamu, aku sudah dihantam hujan berbadai-badai.
Kau kira aku berlebihan? Tidak. Aku mencintaimu dengan sangat. Menjadi bagian dari satu atau bahkan berkali-kali dari kesedihanmu adalah bagian dari cinta itu sendiri yang telah aku setujui. Lalu meraba-raba dadamu untuk menenangkan, itu adalah harapan untuk bisa membahagiakan.
Want to see you smile..
Kamu adalah langit, yang menjadikan kelam mendung sebagai naung. Sedang aku tanah, yang tak kau biarkan hujan dapat kutadah.
( Mendung - The Vuje)
Jumat, 31 Agustus 2012
Semoga Lebih Indah
Kesiut angin sore ini, bertegur sapa dengan senar-senar gitar di tanganku. Teras rumah yang sepi, hanya secangkir kopi dan beberapa lembar kertas berantakan di atas meja. Bahkan kopinya hampir habis. Senja selalu sama di hidupku. Belum ada pekerjaan setelah ujian mendebarkan di tangan tiga dosen empat bulan lalu.
Selesai menyanyikan, aku masih melihat guratan kekecewaan di matanya. Senyumnya getir diterjang ketidak-ikhlasan.
"Din, kamu mau taukan siapa yang ada di laguku ini?" pertanyaanku seperti mengagetkan lamunan kekecewaannya.
"Iya, aku mau tau siapa gadis yang beruntung sudah kamu cintai sebegitu dalam dan mampu membuatmu lugas mencipta lagu indah ini." suaranya seperti terkecat oleh nafasnya sendiri.
Aku meletakkan gitar ke atas kursi kosong di sebelah kiriku. Lalu menatapnya dan seperti diperintahkan oleh suasana, tanganku sampai di jemari lentiknya. Dingin namun lembut.
"Gadis itu, sekarang dia sedang merasakan genggam tanganku yang tadi memetik senar gitar yang mengiringi lagu indah menurut perkataanmu." aku mengeratkan genggaman, mencoba menghangatkan dingin yang teraba begitu jelas di telapak tanganku. "Gadis itu sungguh beruntung bukan, sudah mendengar untuk pertama kali lagu yang kucipta untuk dia. Sungguh beruntung pula aku, lelaki yang diperkenankan mencintainya dan mengakui semuanya langsung di depannya." suaraku bergetar namun tegas. Aku mau meyakinkan bahwa aku bukan lelaki yang pengecut, yang takut hanya untuk mengutarakan perasaannya.
"Aksara, benar yang kamu katakan dan rasakan?" pertanyaan yang juga tegas.
Aku mengangguk, lalu tanpa sepatah kata kupeluk tubuhnya yang sudah kembali menghangat.
"Aku mencintaimu, Dina."
"Pun aku, Aksara. Aku mencintaimu, juga aksara-aksara dari tanganmu."
"Semoga semuanya menjadi lebih indah, di mulai dari sekarang."
Pelukan itu selesai setelah pagutan pertama..
( petikan lagu di dalam cerita ini, adalah lagu milik Adera - Lebih Indah )
Nasibku masih sama saja. Terkatung-katung pada ketidakinginanku untuk menjalani rutinitas menyebalkan seperti ayahku. Aku maih mau menikmati kebebasanku atas kewajiban di bangku kuliah. Sekarang selesai. Aku tinggal menunggu panggilan dari satu atau bahkan beberapa perusahaan atas lamaran kerjaku.
Senja ini, kosong waktu tidak berjalan sia-sia. Satu lagu berhasil kuciptakan dari tanganku. Sebuah lagu tentang keberhasilanku melangkah atas cinta. Kebanyakan orang menyebutnya dengan move on. Ya begitulah yang terjadi. Sudah hampir satu minggu ini dadaku berkecamuk luarbiasa. Seperti ada kupu-kupu entah berapa jumlahnya, mengepak sayapnya secara bersama-sama di dalam sana. Aku bahagia, aku tertawan kembali oleh rasa yang sebelumnya kuinjak-injak dan menginjak-injak perasaanku. Tetapi ini jelas berbeda. Ketertawananku adalah penjara dengan sipir yang menyediakan kamar paling istimewa. Tidak ada siksaan yang berlaku, tidak pula kebebasan yang direnggut dengan terlalu.
Ini rasa yang namanya sering disebut-sebut sebagai biang galau. Demikian dengan aku, dulu. Kalau ini juga kusebut cinta, mungkin yang protes adalah Rangga. Masih ingatkan dengan kisah cinta mereka. Tetapi bukan cinta itu yang kumaksud. Cinta ini, aku begitu saja menamainya. Supaya jelas apa yang sedang menjadi drama di antara degup jantung dan alir darah dalam tubuhku. Sering kali keduanya berkolaborasi untuk mengirim sinyal ke kepala, menjadikan desir-desir nadi menyanyikan namanya. Maka, terciptalah lagu yang mengalir begitu adanya.
"Aksa.." suara itu, suara yang membuat dadaku seperti dikirimi bertruk-truk tanah. Gemuruh dan tiba-tiba sesak, penuh oleh kebingungan dan membuatku salah tingkah di depannya.
" Ya.." menjawab sekenanya dengan buru-buru mencipta selengkung senyum untuknya.
Gadis itu, Dina namanya. Memakai kaos yang terlihat kebesaran untuk tubuh mungilnya. Kaos warna merah, jersey AC Milan tepatnya, klub bola kesayanganku. Ia melambaikan tangannya dari luar pagar rumah. Memberi kode ijin untuk diperbolehkan masuk dan mendekatiku yang terpaku di teras tanpa sempat mengangguk. Langkahnya teramat ringan dengan senyum yang terus saja mengembang, melambungkan aku seperti balon gas--mampu terbang tapi tetap tak kemana-mana ditali pemiliknya.
"Sedang apa kamu? Dasar pengangguran yang puitis. Pasti lagi bikin lagu, kan?" pertanyaan yang dijawab sendiri, karena sudah kesekian-kalinya ia memergokiku diam di teras sambil menggenggam gitar dan ditemani secangkir kopi hampir habis, juga lembaran-lemmbaran kertas yang penuh tulisan dan coretan kunci nada.
"Hahaha.. Seperti biasa, daripada ga ada kerjaan, kan." aku menjawab tanpa perlu malu bahwa aku adalah pengangguran. "Eh, pengangguran puitis? Apaan sih.." wajahku memerah, mungkin sudah seperti udang goreng yang membuatku sering alergi.
"Ini buktinya" ia menunjukkan selembar kertas bertulis puisi dan nada kunci.
Dina membacanya dengan seksama..
"Cieeee.. Lagi jatuh cinta rupanya. Beruntung sekali dia, pasti sangat spesial." dia menggodaku. Tetapi tunggu, dari gelak tawanya yang mencoba menggoda itu, ada seberkas tatap matanya yang tiba-tiba kosong. Bahkan suaranya sedikit berat saat mengatakan kalimat terakhirnya. Ada rasa kehilangan yang pernah aku rasakan, ketika kekasihku dulu mengatakan tak lagi mencintaiku dan memilih lelaki lain untuk memeluknya. Persis seperti itu.
"Ah, bisa aja kamu. Tapi emang orang yang kutulis di lagu ini sangat istimewa. Dia mencuri hatiku dalam sekali temu" jelasku berapi-api sambil terus menerus membongkar tatapnya yang benar-benar berubah menjadi satu ruang kosong.
"Kamu tidak mau cerita siapa orang itu?" selorohnya menyelidik dengan tatapan yang masih kosong, tapi penuh harap.
"Begini, aku mau cerita, tapi kamu jangan marah. Eh, sebelum aku cerita, aku mau kamu dengerin aku nyanyi lagu ini ya.." pintaku sambil membenarkan letak gitar yang sedari tadi diam terpangku di kakiku.
Dia mengangguk..
semakin kulihat masa lalu
semakin hatiku tak menentu
tetapi satu sinar terangi jiwaku
saat ku melihat senyummu
dan kau hadir merubah segalanya
menjadi lebih indah
kau bawa cintaku setinggi angkasa
membuatku merasa sempurna
dan membuatku utuh tuk menjalani hidup
berdua denganmu selama-lamanya
kaulah yang terbaik untukku
"Din, kamu mau taukan siapa yang ada di laguku ini?" pertanyaanku seperti mengagetkan lamunan kekecewaannya.
"Iya, aku mau tau siapa gadis yang beruntung sudah kamu cintai sebegitu dalam dan mampu membuatmu lugas mencipta lagu indah ini." suaranya seperti terkecat oleh nafasnya sendiri.
Aku meletakkan gitar ke atas kursi kosong di sebelah kiriku. Lalu menatapnya dan seperti diperintahkan oleh suasana, tanganku sampai di jemari lentiknya. Dingin namun lembut.
"Gadis itu, sekarang dia sedang merasakan genggam tanganku yang tadi memetik senar gitar yang mengiringi lagu indah menurut perkataanmu." aku mengeratkan genggaman, mencoba menghangatkan dingin yang teraba begitu jelas di telapak tanganku. "Gadis itu sungguh beruntung bukan, sudah mendengar untuk pertama kali lagu yang kucipta untuk dia. Sungguh beruntung pula aku, lelaki yang diperkenankan mencintainya dan mengakui semuanya langsung di depannya." suaraku bergetar namun tegas. Aku mau meyakinkan bahwa aku bukan lelaki yang pengecut, yang takut hanya untuk mengutarakan perasaannya.
"Aksara, benar yang kamu katakan dan rasakan?" pertanyaan yang juga tegas.
Aku mengangguk, lalu tanpa sepatah kata kupeluk tubuhnya yang sudah kembali menghangat.
"Aku mencintaimu, Dina."
"Pun aku, Aksara. Aku mencintaimu, juga aksara-aksara dari tanganmu."
"Semoga semuanya menjadi lebih indah, di mulai dari sekarang."
Pelukan itu selesai setelah pagutan pertama..
( petikan lagu di dalam cerita ini, adalah lagu milik Adera - Lebih Indah )
Selasa, 28 Agustus 2012
Aku Tidak Merokok
Aku tidak merokok, sayang..
Aku menjaga paru-paruku yang sudah sesak, bernafas tanpa kamu.
Aku tidak mau merusaknya dengan hitam asap yang penuh racun. Paru-paruku sudah lebam dihantam embus rindu.
Kamu boleh bangga, aku tidak menghabiskan uang untuk kubakar menjadi kesenanganku sendiri,
dan harusnya kamu bangga..
Kalau boleh jujur, aku sering menghabiskan uangku untuk membeli pulsa, lalu berlama-lama berbincang di ponsel. Atau menulis pesan, berulang kali. Juga membalas pesan yang kau kirim.
Pun, aku merelakan beberapa lembar uang di SPBU, menggantinya dengan beberapa liter bensin. Memenuhi tangki motor, untuk dibawa berkendara menemuimu.
Aku tidak merokok, sayang..
Peduli setan dengan omongan teman yang menjulukiku sok alim atau apalah sebutannya, yang penting aku tidak mengganggunya dan membiarkan mereka meneruskan menghisap batang demi batang linting tembakau. Toh juga aku jadi tidak merugikan mereka dengan meminta sebatang rokok saat rokok milikku habis, dan meminjam koreknya.
Aku tidak merokok, sayang..
Aku lebih menyukai pahit kopi menempel di bibirku daripada pahit rasa tembakau itu.
Sekali aku pernah merokok, dan lebih dari seminggu aku batuk dan dadaku sakit.
Sekali..
Setelah itu aku memilih untuk pensiun dini menjadi perokok, tidak mencobanya lagi.
Sayang, tidak merokok adalah keputusanku. Supaya saat berbagi nafas denganmu, bukan sisa asap yang kuberikan kepadamu.
Aku mencintaimu..
Selasa, 07 Agustus 2012
Jarak
Aku akan membicarakan jarak sekarang..
Sejauh apa, pernah menghitung jarak dari tengah pulau Jawa hingga pinggir timur pulau Kalimantan? sejauh itu kira-kira. Pastinya aku tidak tau, aku juga tidak pernah menghitung dan tidak berkeinginan untuk menghitung secara detail. Untuk apa kalau cuma menyusahkan, bukan?
Ya, sejauh itu jarak yang pernah membentang antara aku dan kekasihku (sebut saja demikian, sebab dia memang kekasihku). Jaraknya sangat jauh kalau menurutku. Aku tidak mampu sampai di sana saat dia memilih tanah itu untuk menyelesaikan masalahnya. Bukan tidak setia, atau tidak benar-benar mencintainya. Tapi memang keadaan yang membuat kita harus bertaruh rindu dan kepercayaan.
Lalu apa yang terjadi? Tidak ada yang istimewa kecuali cinta yang masih tetap terjaga dengan baik, bahkan sampai ia kembali pulang dalam pelukan. Sampai sekarang. Aku percaya dia di sana. Dia percaya aku di sini. Tidak ada yang menaruh cemburu terlalu dalam, cemburu itu bukan sumur kawan. Cukup yang dangkal saja, karena ada cinta yang kentara pada keinginan untuk tak rela kekasihnya berada di tangan yang lebih dekat sedang kita berada tanpa bisa menatap lekat.
Percaya, itu kuncinya. Kalau sudah ada cinta, yakinlah setia itu ada di genggaman. Bahkan ketika ada sosok lain yang mendekatinya. Kesepakatan awal yang dibuat harus dijalani. Kesepakatan sebelum jarak itu benar-benar ditempuh. Itu kesepakatan berdua, bukan?
Aku menganggap jarak itu sederhana. Berdasar cinta yang dijadikan pondasi, jalan rindu itu mulus seperti jalan lingkar kota yang baru saja dibangun. Dan cinta, juga memang seharusnya sesuatu yang sederhana tetapi menjadikan dua yang bersatu sebagai istimewa.
Sudah, jarak itu bukan masalah kalau cinta benar-benar hidup pada dua hati yang dibentang dan dijembatani rindu..
Sejauh apa, pernah menghitung jarak dari tengah pulau Jawa hingga pinggir timur pulau Kalimantan? sejauh itu kira-kira. Pastinya aku tidak tau, aku juga tidak pernah menghitung dan tidak berkeinginan untuk menghitung secara detail. Untuk apa kalau cuma menyusahkan, bukan?
Ya, sejauh itu jarak yang pernah membentang antara aku dan kekasihku (sebut saja demikian, sebab dia memang kekasihku). Jaraknya sangat jauh kalau menurutku. Aku tidak mampu sampai di sana saat dia memilih tanah itu untuk menyelesaikan masalahnya. Bukan tidak setia, atau tidak benar-benar mencintainya. Tapi memang keadaan yang membuat kita harus bertaruh rindu dan kepercayaan.
Lalu apa yang terjadi? Tidak ada yang istimewa kecuali cinta yang masih tetap terjaga dengan baik, bahkan sampai ia kembali pulang dalam pelukan. Sampai sekarang. Aku percaya dia di sana. Dia percaya aku di sini. Tidak ada yang menaruh cemburu terlalu dalam, cemburu itu bukan sumur kawan. Cukup yang dangkal saja, karena ada cinta yang kentara pada keinginan untuk tak rela kekasihnya berada di tangan yang lebih dekat sedang kita berada tanpa bisa menatap lekat.
Percaya, itu kuncinya. Kalau sudah ada cinta, yakinlah setia itu ada di genggaman. Bahkan ketika ada sosok lain yang mendekatinya. Kesepakatan awal yang dibuat harus dijalani. Kesepakatan sebelum jarak itu benar-benar ditempuh. Itu kesepakatan berdua, bukan?
Aku menganggap jarak itu sederhana. Berdasar cinta yang dijadikan pondasi, jalan rindu itu mulus seperti jalan lingkar kota yang baru saja dibangun. Dan cinta, juga memang seharusnya sesuatu yang sederhana tetapi menjadikan dua yang bersatu sebagai istimewa.
Sudah, jarak itu bukan masalah kalau cinta benar-benar hidup pada dua hati yang dibentang dan dijembatani rindu..
Biar saja jarak, melenggang sejauh bentang. Apa yang kita takutkan, jika cinta mampu merupa-rupa perahu menyeberangkan rindu.
Sabtu, 28 Juli 2012
Rasanya mencintaimu
Waktunya seperti berjalan begitu cepat, sayang. Tiba-tiba saja ini sudah terhitung dalam ratusan. Entah pastinya ke berapa ratus, aku tidak menghitung. Dan memang ini kesepakatan kita untuk tidak pernah menghitung, bukan?
Kita bersepakat untuk memulai cinta dengan ketetapan hati, bukan ketepatan tanggal atau hari. Aku benar lupa kapan kita memulainya dengan pasti. Tanggalnya, harinya, bulannya.. Apalagi jam, menit, detiknya. Bukannya aku pelupa, sayang. Yang aku ingat adalah tegas anggukmu dan hangat pelukmu setelah permintaanku untuk mencintaimu. Aku mencintaimu juga, katamu. Kita mulai dari sekarang untuk berdua dan menjadi kita, lanjutmu waktu itu.
Hari-hari terlewati begitu saja, cukup mudah untuk menghentak sepi dan mengusirnya pergi. Ada kamu, aku berteman dengan riuh-riuh bahagia. Sangat membahagiakan untukku, kuharap untukmu juga. Ini kesepakatannya sebagai salah satu jalan menuju dewasa. Keputusan yang kuharap bisa sampai masa depan. Dan nantinya kita akan mengisi dengan kebahagiaan-kebahagiaan dari celoteh anak-anak kita.
Mencintaimu, bahagia sederhana yang diberikan waktu. Melihatmu tersenyum, menatap matamu lekat-lekat tanpa perlu malu-malu, memeluk tubuhmu dan menciumi harumnya, menggenggam tanganmu dengan mengisi sela jemari dengan erat, mencatat sendiri kebiasaanmu dengan ingatanku yang didapat dari kebersamaanmu. Sungguh, itu bahagia paling menenangkan. Aku mencintaimu.
-d-
Kita bersepakat untuk memulai cinta dengan ketetapan hati, bukan ketepatan tanggal atau hari. Aku benar lupa kapan kita memulainya dengan pasti. Tanggalnya, harinya, bulannya.. Apalagi jam, menit, detiknya. Bukannya aku pelupa, sayang. Yang aku ingat adalah tegas anggukmu dan hangat pelukmu setelah permintaanku untuk mencintaimu. Aku mencintaimu juga, katamu. Kita mulai dari sekarang untuk berdua dan menjadi kita, lanjutmu waktu itu.
Hari-hari terlewati begitu saja, cukup mudah untuk menghentak sepi dan mengusirnya pergi. Ada kamu, aku berteman dengan riuh-riuh bahagia. Sangat membahagiakan untukku, kuharap untukmu juga. Ini kesepakatannya sebagai salah satu jalan menuju dewasa. Keputusan yang kuharap bisa sampai masa depan. Dan nantinya kita akan mengisi dengan kebahagiaan-kebahagiaan dari celoteh anak-anak kita.
Mencintaimu, bahagia sederhana yang diberikan waktu. Melihatmu tersenyum, menatap matamu lekat-lekat tanpa perlu malu-malu, memeluk tubuhmu dan menciumi harumnya, menggenggam tanganmu dengan mengisi sela jemari dengan erat, mencatat sendiri kebiasaanmu dengan ingatanku yang didapat dari kebersamaanmu. Sungguh, itu bahagia paling menenangkan. Aku mencintaimu.
-d-
Senin, 16 Juli 2012
because it's me
hidup itu, adalah aku yang ada dalam semesta. dihitung atau tidak, keberadaanku ada.
dengan begitu, dalam hidup haruslah kuat. kuat mempertahankan apa saja untuk bertahan. kuat menggenggam harapan, supaya ada tujuan untuk dijejaki langkah. hidup itu demikian. tidak mudah jika tak kuat bertahan. lebih tepatnya, akan begitu saja hancur jika pasrah dan hanya tengadah.
dan ini aku, sedang mempertahankan cinta sekuat mungkin. sedang mengusahakan untuk kebangggaan orang tuanya. berdiri gagah menyandang toga. ah, memang harus kuat menjalani hidup. sebagai salah satu mahasiswa yang mencoba mencatatkan namanya dalam gelar sarjana setelah 4 tahun akrab dengan bangku-bangku kayu dan papan putih bercoret tugas dan materi.
kekuatanku masih diuji sampai di sini. tidak dulu bekerja untuk uang, meski kadang mengambil kesempatan demi beberapa kesenangan, berkawan dengan hiburan misalnya. kalau dibilang, masih saja sepele jika dibandingkan dengan orang kebanyakan. tetapi sebagai mahasiswa, menuntut dirinya kreatif untuk mencari nilai lebih adalah suatu kekuatan yang harus dipertahankan.
kuat memantapkan dirinya sebagai karakter dan ciri khas yang akan dibawa nanti di dunia kerja yang nyata. supaya tidak ada lagi yang menyangka bahwa aku adalah orang lain. aku adalah aku dengan karakterku. harus kukuatkan itu.
tidak hanya kuat. sebagai mahasiswa, aku juga harus energik. kenapa? karena kuat saja tidak cukup jika tanpa semangat yang tetap. tidak perlu berlebihan, sebab yang berlebih tidak akan baik. cukup untuk menjaga kemauan dan langkah tetap berjalan menuju tujuan. bersemangat menjalankan apa saja, supaya hasilnya tidak mengecewakan. sekalipun gagal, prosesnya telah dikerjakan semaksimal mungkin. belajar dari kegagalan dan memperbaiki kesalahan, adalah kekuatan terhebat dari seorang yang akan berhasil. tidak patah semangat. harusnya demikian dan selalu aku coba untuk menjalankan.
nah, kuat dan energik ini ada dalam diri saya. menyelesaikan tugas dari kewajiban pendidikan untuk membanggakan nama keluarga dan tetap bersemangat untuk menjalankannya. hal ini sepertinya cocok dengan Sony VAIO E14P - merah -kombinasi tegas antara garis merah dan warna hitam melambangkan energi dan keberanian.
dengan begitu, dalam hidup haruslah kuat. kuat mempertahankan apa saja untuk bertahan. kuat menggenggam harapan, supaya ada tujuan untuk dijejaki langkah. hidup itu demikian. tidak mudah jika tak kuat bertahan. lebih tepatnya, akan begitu saja hancur jika pasrah dan hanya tengadah.
dan ini aku, sedang mempertahankan cinta sekuat mungkin. sedang mengusahakan untuk kebangggaan orang tuanya. berdiri gagah menyandang toga. ah, memang harus kuat menjalani hidup. sebagai salah satu mahasiswa yang mencoba mencatatkan namanya dalam gelar sarjana setelah 4 tahun akrab dengan bangku-bangku kayu dan papan putih bercoret tugas dan materi.
kekuatanku masih diuji sampai di sini. tidak dulu bekerja untuk uang, meski kadang mengambil kesempatan demi beberapa kesenangan, berkawan dengan hiburan misalnya. kalau dibilang, masih saja sepele jika dibandingkan dengan orang kebanyakan. tetapi sebagai mahasiswa, menuntut dirinya kreatif untuk mencari nilai lebih adalah suatu kekuatan yang harus dipertahankan.
kuat memantapkan dirinya sebagai karakter dan ciri khas yang akan dibawa nanti di dunia kerja yang nyata. supaya tidak ada lagi yang menyangka bahwa aku adalah orang lain. aku adalah aku dengan karakterku. harus kukuatkan itu.
tidak hanya kuat. sebagai mahasiswa, aku juga harus energik. kenapa? karena kuat saja tidak cukup jika tanpa semangat yang tetap. tidak perlu berlebihan, sebab yang berlebih tidak akan baik. cukup untuk menjaga kemauan dan langkah tetap berjalan menuju tujuan. bersemangat menjalankan apa saja, supaya hasilnya tidak mengecewakan. sekalipun gagal, prosesnya telah dikerjakan semaksimal mungkin. belajar dari kegagalan dan memperbaiki kesalahan, adalah kekuatan terhebat dari seorang yang akan berhasil. tidak patah semangat. harusnya demikian dan selalu aku coba untuk menjalankan.
nah, kuat dan energik ini ada dalam diri saya. menyelesaikan tugas dari kewajiban pendidikan untuk membanggakan nama keluarga dan tetap bersemangat untuk menjalankannya. hal ini sepertinya cocok dengan Sony VAIO E14P - merah -kombinasi tegas antara garis merah dan warna hitam melambangkan energi dan keberanian.
Minggu, 15 Juli 2012
Ngomongin Cinta
Cinta? tentang hal ini, bagi saya tidak ada yang namanya basi. kenapa? karena cinta akan selalu ada di mana pun. entah cinta kepada siapa, atau bahkan cinta kepada apa.
banyak maknanya, kalau ditanya satu-satu, orang akan jawab beda-beda.
jadi, boleh dong kalau saya mau memaknakan cinta menurut saya..
cinta itu, ada kalanya lebih melukai. kamu memilikinya, lalu tiba-tiba hilang. padahal masih jelas, cinta ada di tanganmu, atau sudah menetap nyaman di dalam dadamu. lebih tajam dari belati paling mahal. menusuk. mau mati sekalian? saya pernah. tapi saya tidak bodoh. saya masih bisa mencari lagi.
karena apa? cinta juga punya cara untuk sangat membahagiakan. banyak sekali cara, meski sebelumnya pernah membuat lumpuh dan hampir mati. misalnya, tiba-tiba saja, ibu memeluk tanpa bicara saat sama sekali tak ada lagi yang peduli. saya sering merasakan itu. dan itu sungguh luarbiasa.
cinta tak haruss datang dari hal yang mewah dan atau mahal. tetapi cinta selalu terasa megah, sesederhana apapun. sebuah pelukan, selengkung senyuman, genggaman tangan, atau hanya sekedar sekelebat tatap dari orang yang disayang. ah, cinta itu sederhana memang.
mau merumitkan cinta? mudah! coba haruskan semua orang untuk memaknai cinta seperti cinta yang kamu maknakan. dan semuanya tidak akan berarti. untuk apa menyamakan, kalau sesungguhnya dari perbedaan kita akan disempurnakan. bodoh sih kalau menyamakan atau membuat satu, dibersatukan saja.
cinta memang demikian.. menurut saya..
Rabu, 11 Juli 2012
siang ini
cuaca cukup panas, menyengat. untuk kesekian kalinya hanya diam. beranda kududuki sembari menunggu rindu yang katanya akan datang tepat waktu; kamu.
iya, kamu. tidak akan kutulis namamu di sini. cukup di hatiku saja jelas terukir.
aku masih membaca buku yang isinya masih tak juga kupahami. tentang materi mengenai skripsi. ah, mengenai itu lagi. hampir bosan aku.
akhirnya langkahmu sampai, senyummu nyaman dan sapamu hangat. lalu dekap, merambahkan nkmat yang kemudian menyayat dan mengiris jemu tunggu tadi, secepat kilat. bosan itu pergi, jauh.
sedang sakit aku, dan tanganmu memenuhi dahiku. mengukur suhu yang menghangat.
istirahatlah, katamu. lalu menyeretku masuk untuk merebah. aku diam memperhatikan tingkahmu. raut mukamu tegang, meski sesekali kamu menengok dan melempar senyum, khas milikmu.
mendekat lagi, sembari duduk kamu mengulurkan segelas minuman. minum, dan semoga cepat bereaksi. katamu lagi masih dengan tersenyum. aku pasti sembuh jika ini caramu. lebih karena hangatmu, pedulimu dan caramu memperlakukan aku dalam kelemahan.
sekarang duduklah di sini, di dekatku. peluk saja tubuhku, biar datang yang kamu mau, sembuhku. satu lagi, biarkan aku merasakan nyaman mendekap dadamu. tumbuhlah segala tenang pada detakmu.
terima kasih..
Senin, 09 Juli 2012
percakapan
ada gurauan, ada cerita yang berujung curhat. tetapi lebih banyak tawa.
kalau ini kubilang menyenangkan, kamu harusnya bersyukur. aku sangat.
malamnya sudah mulai larut, tapi kita tetap terjaga, entah apa yang dijaga.
aku masih ingat kok, apa itu luka dan perbedaannya dengan cinta..
kalau kamu bilang, luka itu bagian cinta, dan cinta melahirkan luka
aku setuju saja, keduanya saling berpelukan, seperti kita
meski tidak tau, siapa luka, siapa cinta?
masing-masing pernah menjadi
ceritanya tak pernah tau dimulai dari mana.
kita bercakap sambil tertawa, sesekali memeluk, menenangkan.
aku mau tidur, sampai pada akhirnya kamu lelah
aku menyudahi dan membiarkan mimpi yang memelukmu
aku rela, biar kamu tidak terjaga sampai pagi yang sepi
gigilnya biar milikku saja
terima kasih untuk percakapan dan tawanya
ceritamu kusimpan
Sejauh Jarak
kita pernah membicarakan ini dan membiarkannya tiba dan menetap sejenak di antara kita. waktu itu, saat seharusnya kita menikmati senja berdua saja.
aku mengiyakan pergimu. sebentang laut kamu pergi.
menyesal setelahnya. kamu harus tau kalau rindu tidak ikut serta di pergimu. rindu menetap bersamaku.
pada saatnya, pada akhirnya, aku hanya menghitung jarak dan mencoba membesarkan hati untuk bersabar dan berteman dengan waktu. menunggu.
iya, pekerjaan baruku yang harus dan memang harusnya kulakukan. ini demi kamu. demi kita yang sudah menetapkan cinta.
aku tidak merasa bodoh.
dan itu jarak yang jauhnya tak mau kuukur. biar saja jauh dan ketepatannya menjadi persoalanku setiap malam. menjadi kebiasaan yang kubiasakan untuk melupakan sepi malam hari, tanpa kamu.
sejauh jarak aku menunggu.
Langganan:
Postingan (Atom)