Jumat, 25 Januari 2013

nyaliku entah di mana

Kepada pemilik tas merah..

Siang ini aku melihatmu lagi, kira-kira dari jarak sepuluh meter lebih dekat daripada beberapa waktu lalu. Selain hujan, debarku sepertinya juga jatuh ke atas bumi. Ke atas tempatmu berpijak menyentuh hati.

Hujan, dingin karena angin tak lupa datang. Tapi aneh, dari dahiku mengalir keringat, bahkan bisa kurasakan di seluruh kulit tubuhku basah. Bukan, ini bukan kehujanan atau terkena tempias. kamu jadi terik matahari dan aku peluh yang lahir dengan menatapmu.

Aku ini pemalu, selalu saja nyali kusimpan dalam-dalam, sampai sering lupa kuletakkan di mana. Lemas kakiku, gemetar dadaku, dingin tanganku dan migrain di kepalaku. Alasannya, melihatmu.

Lain kali, aku harus menyelesaikan dulu kekisruhan dalam dadaku sebelum menemuimu. Selalu diam dalam pergok tatapmu. Degup-degup jantungku seperti api yang membungkam nyala api nyali. Bahkan lengkung senyumpun jadi patahan-patahan tunduk yang terbangun di gerak kepalaku.

Aku menulis surat ini, sebab kata-kataku yang diam berani mengumpulkan nyalinya di sini. Jika nanti kau baca, semoga lupa tidak lebih dulu singgah kepadamu.

Salam, aku yang membalas senyummu dengan tatap yang cepat tunduk kepalanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar