Sugeng sonten, Mbah Kung..
Aku kangen mbah kung..
Sudah sejak sebelum aku lulus SD sampai aku hampir lulus kuliah, mbah kung tidak lagi di sini. Rumah kulon sepi sekarang, tapi masih berdiri kokoh sama seperti mbah kung yang gagah dengan seragam cokelat di foto. Catnya masih sama, garasinya juga masih ada. Masih bisa kutemui mbah kung yang duduk di teras rumah, sama mbah putri seperti dulu waktu aku pertama kali belajar naik sepeda.
Aku kangen mbah kung..
Dulu waktu mbah kung masih 'sugeng', aku mau jadi seperti mbah kung. Dengan seragam cokelat gagah, jadi penegak hukum, jadi polisi. Aku mau jadi polisi. Dulu. Sampai akhirnya mbah kung nyusul mbah putri, kondur ing daleme Gusti.
Bukannya ingkar janji, tapi aku menemukan kenyamananku. Mbah kung pasti tahu kenapa sekarang aku ga mau lagi jadi polisi. Aku suka kebebasan, mbah. Jadi polisi harus berseragam, patuh dengan peraturan-peraturan di akademi. Sekarang aku memang tambah bandel, susah nurut kalau dibilangin. Tapi ya aku sudah nemu apa kemauanku. Mbah kung boleh bangga, nilaiku selalu di atas rata-rata, katanya aku harus jadi anak pinter. Sudah aku turuti. Tapi aku tetap ga mau jadi polisi. hehehe..
Doakan saja dari surga, mbah, biar semua yang aku jalani sekarang bisa jadi kebanggaan anak ragilmu. Doakan saja, mbah. Terima kasih untuk disiplin dan tegas yang pernah mbah kung ajarkan. Mbah kung itu salah satu polisi kebanggaanku. Salam hormat, Kapten. Salam juga untuk mbah putri, aku kangen jadah gorengnya..
Berkah Dalem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar