Sasi,
Semesta sudah lelah bermain, ia menyerah seperti angin yang tak sengaja mempertemukan dua daun gugur di tanah gembur. Juga sama dengan pagi yang tak mau kehilangan bulan meski matahari sudah bercokol dari timur.
Kita bertemu.
Kau memang putri bulan yang lahir di antara putri malu. Sudah kubilang, kan, kau harus mengurangi sifat pemalumu itu. Tapi aku juga jadi gagap oleh senyummu. Lidahku cekat, mungkin aku matahari yang sinarnya jatuh di depan bulan dan tak sampai bumi. Oh, aku gerhana. Gerhana kata-kata.
Sudut menepikan sepi, jadi saksi temu antara bulan dan matahari. Kamu dan aku. Maaf jika harus melalui Anto aku memanggilmu. Aku benar-benar cekat. Tapi terima kasih kau mau menemuiku di sudut menepikan sepi.
Sesungguhnya masih banyak yang ingin kubicarakan denganmu. Kita baru berkenalan. Kau pemalu, tapi lucu. Terima kasih sudah membuatku banyak tertawa. Akan kuusahakan aku juga membuatmu tertawa. Aku kaku, ya. Ya begitulah. Matahari kadang sok bersinar paling panas, padahal sekalinya mendung ia juga tak berkutik jika harus hujan. Hahahaha
Sasi, terima kasih untuk pertemuan dan kopi gratisnya. Senja nanti, kalau kau tak keberatan datanglah ke taman putri malu, kutraktir kau jagung bakar dan permen kapas. Tentunya sambil berbincang tentang inginmu di pasar malam.
Aku senang.
Salam,
Suvan Asvathama
(Membalas surat Sasi Kirana @_bianglala)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar