Kau secangkir kopi panas hitam pekat di meja kerjaku. Mengepul sejak pagi sampai sore atau senja hidup dari pekat panas yang kutuang lagi.
Kau alir sungai yang dijatuhi daun-daun kuning guguran dari pohon di tepian. Meramaikan riak dan dingin batu-batu keras yang entah pada hujan ke berapa akan pecah dan terbelah.
Kau buah apel. Baru saja dipetik dari kebun ayahku. Menumpuk berton-ton dan menyembunyikan para petani dari kelelahan merawatmu. Kegembiraan dari tetesan keringat yang menjagamu. Laba.
Kau kata-kata yang pada akhirnya kutulis dari diam kepalaku. Jari-jariku menjadi penurut seperti orang-orang yang dibayar lima puluh ribu rupiah untuk ikut meramaikan kampanye di lapangan-lapangan.
Kau.
~ teras atas, 26 maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar