Kita dulu tinggal di sini dan saling mencintai. Membiarkan debar riuh tumbuh disemai temu tanpa pernah jauh.
Kita dilahirkan di atas tanah gembur milik ibu, kepunyaan petani-petani rindu.
Suatu kali kau kembali, dan mengulang kisah sore tentang hujan di penuh kepalaku.
Aku tertunduk di ramai jalan dan sinar lampu kota, juga gerimis yang mengetuk-ngetuk.
Ada tawa kukorek dari tatapanmu. Sesenang itu, hening danau tengah kota kepalaku kau sibak dengan dingin keberadaanmu yang lagi.
Aku berlutut. Menatap jalan pulang yang bukan lagi kita, melainkan cahaya. Saja.
Kesedihan jadi benih, penerus baru di hunian kota paling masa lalu.
Semalam, kucatat di gapura kota ini. Bahwa aku terbangun dan menemukan hatimu tercabik senyumku dulu, dan aku dikunjungi lagi musim teratai layu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar