Hanya ada gelap di atas langit, malam belum purna, meski pagi sudah bersiap membuka mata
Sebentar lagi ada yang ingin dinyalakan di altar pagi
Seberkas cahaya sedikit menguntit warna senja
Sedikit saja jingga di antara lenggang fajar atas ungu pantulannya
Gerimis cahaya dan mula-mula segala asa
Satu di antaranya kuntum bunga yang bermandi embun, kutemukan senyum dari apa yang baru kukenal sebagai anggun
Tenangnya begitu tabah, dan menyusup hingga dalam dada yang tak bercelah
Aku bahkan tak mengenal engkau dengan sempurna, seperti kata-kata kepada mantera yang dijadikannya doa
Kepada matahari di ufuk timur, di sinilah kau memulakan aku
Harap meletup-letup dan ceracap cinta yang menyala-nyala
Barangkali tidak berkeberatan, maha surya membawa salam dari timur terbitnya hingga barat tenggelamnya dan mencipta jingga. Siapa tahu?
Yang aku harap dapat menampung sebuah kejatuhan atas jatah cahaya baik antara kehilangan dan pertemuan
Yang sabar menunggang siang dengan matahari sebagai tali kekang
Adakah jingga ditemuinya? Adakah ia mengenalnya seperti yang ditempelkan warnanya di tiap fajar langit?
Dan bilakah hujan mengganti kidung kehilangan, dengan gema-gema romansa? Sebab batu-batu cahaya akan membantumu menemukan nada-nada
Ini pagi yang mengambil perjalanan menuju sore di mana keberadaanmu teramat berkumandang
Kau hidup sebagai cahaya dan aku ruang yang menghirupmu ada
Kita sedang berkelana di satuan hari
Aku ingin tinggal bersamamu, tapi tanggal oleh angan yang waktu
(#DuetPuisi Balasan untuk @angghieandria)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar