Sore seperti biasa; hujan dan segala kegigilan. Aku memangku rindu dalam lama ingatanku yang remah-remah di sisa roti. Secangkir coklat panas, adalah hangat di langit-langit mulutku sendiri. Sekumpulan awan yang hadir, menyaji ritual rindu paling meyakinkan. Apa benar masih ada kamu, sedang tidak semuanya dadaku mendetak namamu?
Desember memainkan lagunya, melankoli perasaan yang dibumbung gelisah tanpa pertemuan. Detik jam, gurauan angin, nada-nada hujan, ketukan pada aspal jalanan oleh langkah yang kemudian hilang, dan denyut nadiku.
Rambutku basah tempias, kuyup sendiri tak perlu bantuan. Ini ritual kesepian di tradisi rindu. Memohon-mohon pada temu dalam sesajen waktu. Ah, andai bisa kupungkiri setiap adatnya. Biar saja aku jadi pembantah, asal tidak kenyerian ini bergelayut minta dipuja-puja.
Semakin renta menuju senja, geletar petir membangunkan bayang dalam lelap lamun. Ngeri. Disentak kehilangan teramat dalam. Sudahlah cukupi saja. Nyalakan dupa-dupa asa yang sedetik lalu disembur dingin. Rayakan saja debar dada! Rayakan meski tak lagi ada!
Senin, 17 Desember 2012
Rabu, 12 Desember 2012
hujan senja hari
Harapanku adalah butir-butir yang jatuh
Ulang demi ulang, resap terawang
Janganlah kehilangan, kau hidup sebagai kenangan
Aku dada yang siap kau lubangi bila memang perlu detak didengar
Namamulah gema dari hunjaman deras
Sayatlah seperti gerimis mengiris-iris jendela membentuk embun nama rindu
Elok dari tempias yang mampir lalu berbaris bagai serdadu
Nyalang, kenang, rebah hantam menghantam ingatan
Janji yang ditempakan rindu, luntur oleh bisu
Ada kehilangan mendaftar di buku pelukan
Hampir luput bayangan mengambil genggam
Air yang jatuh dicatatkan selayak hidup pada degup
Rayakan! mari bersenang pada dinding diam
Ini rindu, berbias cahaya dari mata air senja
Ulang demi ulang, resap terawang
Janganlah kehilangan, kau hidup sebagai kenangan
Aku dada yang siap kau lubangi bila memang perlu detak didengar
Namamulah gema dari hunjaman deras
Sayatlah seperti gerimis mengiris-iris jendela membentuk embun nama rindu
Elok dari tempias yang mampir lalu berbaris bagai serdadu
Nyalang, kenang, rebah hantam menghantam ingatan
Janji yang ditempakan rindu, luntur oleh bisu
Ada kehilangan mendaftar di buku pelukan
Hampir luput bayangan mengambil genggam
Air yang jatuh dicatatkan selayak hidup pada degup
Rayakan! mari bersenang pada dinding diam
Ini rindu, berbias cahaya dari mata air senja
Sabtu, 08 Desember 2012
di dalam mimpi
aku menarik selimut menghangatkan kalut tubuh
menghadap jauh sebelah pandang dengan rapuh
keberadaanmu, keberadaanku
aku tak melihat apa-apa
dan tak kukenali malam, menghindar luka
sampai tibanya mimpi yang ditinggalkan kunang untuk kita
biarlah kunikmati tengah malam pasang surut di keheningan
hingga iba mimpi-mimpi datang serabutan
barangkali tak ada yang perlu ditakuti
pejam mata adalah lelah diri
kau pernah minta untuk tiba di anganku
membebaskan dirimu terbang mengangkat aku
seperti balon udara ringan meninggalkan beban
sampai ingat, adamu adalah gelembung-gelembung sabun
kutiup dengan indah untuk pecah
maka aku terus tertidur
menarik selimut sampai atas dadaku
membiarkan kau hidup terbang seperti kunang sepanjang malam
dalam pejam
dalam sepi
kuterjemahkan sebagai aku sendiri
akuilah aku, selayak aku
tidak juga engkau, bila mimpi hanyalah sisa sayu risau
maka kumpulan kunang-kunang itu adalah kehilangan
yang meneguhkan aku, rindu
*lukisan Frida Kahlo - The Dream (The Bed)*
Rabu, 05 Desember 2012
nyala sebagai lupa
tak ada yang perlu diingat
biar asap mengepul menjadi udara-udara
menjadi hirup sebagai hidup
seolah api adalah kemabukan
puan, rambutmu nyala-menyala di mataku
menghubung selayak telepon, memanggil tuannya luka
dan dadaku kotak penyangga tua renta
kuhabiskan waktu dengan membakar aku
kunyalakkan rindu supaya bersetubuh dengan telanjang ragu
demikianlah geming kubebaskan
maka denting tiba di kepolosan tutup mata
sisanya hanyalah lepuh menghitam
lalu mati sebagai arang yang tak dipulangkan
*lukisan Salvador Dali - Burning Giraffes and Telephone*
Sabtu, 01 Desember 2012
Itu aku
tubuh halus, meski bercak merah darah membasuh sekujur
tangisan adalah suara murni, jernih menggema
mata bening, walau masih belum ada yang dapat terlihat
itu aku
manusia mungil tak mengenal apa-apa
tak mengerti apa-apa
suci, sekalipun dititipi dosa muasal
dari yang tak kukenal sebagai siapa
waktu
mengokohkan langkah
mengenalkan kesenangan
memberi hamburan pilihan
dan jatuhlah
itu aku
tubuh kuat dengan segala keangkuhan
pemenang yang kotor kemunafikan
penyandang benci dalam lindap hati
itu aku
jatuh, jatuh dan teramat jatuh
di jurang keliru yang teramat teguh
tangisan adalah suara murni, jernih menggema
mata bening, walau masih belum ada yang dapat terlihat
itu aku
manusia mungil tak mengenal apa-apa
tak mengerti apa-apa
suci, sekalipun dititipi dosa muasal
dari yang tak kukenal sebagai siapa
waktu
mengokohkan langkah
mengenalkan kesenangan
memberi hamburan pilihan
dan jatuhlah
itu aku
tubuh kuat dengan segala keangkuhan
pemenang yang kotor kemunafikan
penyandang benci dalam lindap hati
itu aku
jatuh, jatuh dan teramat jatuh
di jurang keliru yang teramat teguh
Langganan:
Postingan (Atom)