Aku melihat bintang di matamu. Sesekali meredup, seperti remang di sudut jalan dekat rumahmu. Tempat aku biasa meletakkan harapan, bahwa aku tak salah jalan.
Kira-kira, adakah keindahan yang mampu kusangsikan?
Aku tak pernah tahu, sampai kau benar datang dan mengamini doa-doaku. Kau selalu tahu di mana namamu terlafal, harapan kurapal. Aku bahkan membiarkan bintang melintas sampai jatuh di ujung cakrawala, asal tak alpa menatap bintang kepunyaanmu.
Aku jadi punya tongkat untuk berjalan, meski aku sesungguhnya tak pincang, dan aku tak mau. Kau kokoh, aku menjadi sangat.
Aku mencintaimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar